Jakarta, CNN Indonesia -- Hampir empat bulan berlalu, pelaku penyiraman air keras ke wajah penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan tak kunjung terungkap. Kapolri Jenderal Tito Karnavian akhirnya sepakat membentuk tim investigasi bersama KPK untuk mengungkap pelaku.
Dalam keterangan di kantor presiden pada 31 Juli lalu, Tito mengaku telah menyampaikan rencana pembentukan tim investigasi kepada KPK sejak 16 Juni 2017. Tim itu nantinya akan menindaklanjuti temuan-temuan yang telah dikumpulkan polisi.
KPK sendiri mengaku belum berminat bergabung dalam tim investigasi. Juru bicara KPK Febri Diansyah menyebut kasus penyiraman air keras pada Novel termasuk pidana umum. Sementara sesuai ketentuan UU 30/2002 tentang KPK, lembaga anti rasuah tak berwenang menangani tindak pidana umum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, KPK saat ini masih mengatur pertemuan kembali dengan Tito untuk membahas lebih jauh gagasan pembentukan tim investigasi tersebut.
Ahli hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hajar menilai, rencana pembentukan tim investigasi ini tak lebih dari strategi akal-akalan alias
gimmick dari kepolisian. Polisi dinilai 'tertekan' dengan dorongan publik dan pemberitaan yang menuding korps bhayangkara itu tak serius menangani kasus Novel.
Apalagi Presiden Joko Widodo secara khusus telah meminta agar polisi segera menungaskan kasus tersebut. Hal ini, kata Fickar, yang ditengarai membuat Tito dan jajarannya terkesan impulsif mengumumkan rencana pembentukan tim investigasi bersama KPK.
"Ya bisa saja (pembentukan tim) itu untuk kepentingan konsumsi publik, tapi secara teknis tidak ada pelaksanaan apa-apa," ujar Fickar kepada CNNIndonesia.com, Selasa (1/8).
Fickar juga tak yakin pembentukan tim tersebut lantas membuat polisi mengungkap dengan cepat pelaku penyiraman pada Novel. Jika memang berhasil diungkap, Fickar menilai, penyelidikan akan berhenti pada pelaku yang melakukan eksekusi penyiraman di lapangan. Sementara pelaku utama di balik penyerangan itu akan tetap terlindungi.
"Kemungkinan pelakunya memang pintar sampai polisi tidak bisa mengungkap, atau pelakunya orang 'besar' sehingga polisi segan untuk mengungkap," katanya.
 Kapolri Jenderal Tito Karnavian menunjukkan sketsa wajah terduga penyiram air keras. (CNN Indonesia/Christie Stefanie) |
Terlepas dari itu, Fickar tetap menyarankan KPK bersikap terbuka pada pembentukan tim investigasi ini. Pada prinsipnya, proses penyelidikan maupun penyidikan suatu perkara tak berbeda jauh. Jika mengikuti ketentuan KPK yang tak berwenang menangani pidana umum, menurut Fickar, dalam perkara ini KPK bisa bertindak sebagai pengawas.
“KPK kompetensinya memang korupsi tapi dalam kasus ini bisa jadi pengawas, toh penyelidikan tetap dilakukan polisi. KPK juga bisa membantu mengumpulkan fakta dan data,” ucapnya.
Di samping itu, lanjutnya, polisi dan KPK bisa menggandeng institusi maupun lembaga lain yang relevan untuk bergabung dalam tim investigasi seperti Komnas HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), maupun koalisi masyarakat sipil lainnya.
“Mestinya memang membuka diri dengan libatkan lembaga lain yang relevan dengan kasus ini,” tuturnya.
Fickar mengatakan, perkara yang menimpa Novel sebenarnya bukan perkara besar namun menjadi polemik karena penyelidikan polisi tak kunjung rampung. Ia pun mengingatkan agar polisi bergerak cepat demi citra positif di bawah kepemimpinan Tito.
"Jangan sampai kasus ini jadi catatan sejarah kepolisian yang tidak baik," ucapnya.