Jakarta, CNN Indonesia -- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini, gugatan dilayangkan Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) ke MK, Rabu (9/8).
ACTA berpendapat Perppu Ormas bertentangan dengan pasal 22 UUD 1945 yang mensyaratkan situasi mendesak dalam penertiban sebuah Perppu.
"Kami menganggap saat ini sama sekali tidak ada situasi yang mendesak terkait situasi perpolitikan dan aktivitas keormasan," ujar Ketua Dewan Penasehat ACTA Hisar Tambunan di gedung MK, Jakarta.
Hisar menilai tidak ada kegentingan memaksa untuk menerbitkan Perppu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, demokrasi di Indonesia saat ini berada dalam kondisi baik. Seluruh kegiatan aksi massa yang melibatkan jutaan orang termasuk anggota-anggota ormas, dianggap berjalan dengan tertib, damai, dan jauh dari provokasi yang menentang nilai-nilai pancasila.
Lebih lanjut Hisar mengatakan, pengajuan permohonan gugatan ini tak terkait dukungan ACTA terhadap Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang telah dibubarkan oleh pemerintah.
"Kami garisbawahi bahwa kami tidak ada hubungan sama sekali dengan organisasi HTI dan kami bukan pendukung konsep khilafah," jelas Hisar.
Pengajuan ini, katanya, semata-mata untuk menjamin kebebasan berkumpul dan mengeluarkan pendapat seperti diatur dalam UUD 1945.
Hisar berharap MK bersikap bijaksana dengan mengabulkan permohonan agar Perppu Ormas dibatalkan secara keseluruhan.
Selain ACTA, sebelumnya ada enam permohonan serupa tentang Perppu Ormas yang diajukan ke MK.
Masing-masing diajukan oleh juru bicara HTI Ismail Yusanto, Aliansi Nusantara Kuasa, advokat Afriady Putra, Yayasan Sharia Law Alqonuni, Pusat Persatuan Islam, dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.