Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Direktur Marketing Permai Group, Mindo Rosalina Manulang serta Wakil Direktur Permai Group, Yulianis memberikan kesaksian dalam sidang terdakwa Direktur Utama PT Duta Graha Indah (DGI), Dudung Purawadi.
Dalam sidang ini saksi menyebut, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat sekaligus pemilik Permai Group, Muhammad Nazaruddin 'memalak' PT DGI.
PT DGI disebut harus membayar
fee kepada Permai Group sebagaimana diminta Nazaruddin. Pembayaran
fee ini merupakan syarat yang sebelumnya diberikan oleh Nazaruddin agar PT DGI lolos dan bisa mengerjakan proyek milik pemerintah yang telah dianggarkan melalui APBN.
Rosalina menyebut, Nazaruddin memang meminta fee kepada setiap perusahaan yang berniat masuk untuk mengerjakan proyek pemerintah, termasuk ke PT DGI yang kini sudah berganti nama menjadi PT Nusa Konstruksi Engineering.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pak Nazaruddin minta PT DGI diakomodir. Makanya, PT DGI harus setor ke Permai Group sekitar 15 persen," kata perempuan karib disapa Rosa itu saat menyampaikan kesaksiannya dihadapan majelis Hakim, Gedung Tipikor, Jakarta, Rabu (9/8).
Selanjutnya, kata Rosa, PT DGI pun resmi mendapat dua proyek milik pemerintah. Yakni, pembangunan rumah sakit khusus infeksi dan pariwisata Universitas Udayana yang bernilai hingga Rp190 miliar. Selain itu, proyek pembangunan Wisma Atlet dan gedung Serbaguna di provinsi Sumatera Selatan dengan total anggaran Rp40 miliar pun digarap oleh perusahaan itu.
"Kalau DGI sudah menang
fee harus dibayar, karena Permai sudah talangi duluan 7 persen untuk beli anggaran (DPR). Jadi DGI harus serahkan ke Permai 15 persen," lanjut Rosa.
Yulianis pun membenarkan hal tersebut. Bahkan kata dia, pembayaran
fee biasanya menggunakan cek dari PT DGI. Namun, hingga saat ini pembayaran
fee tersebut belum dilakukan 100 persen.
PT DGI kata dia, masih memiliki utang kepada Permai Group. Kekurangan yang belum dibayarkan ini untuk kedua proyek yang dikerjakan.
"Memang belum lunas 100 persen.
Keburu kasus di April 2011. Sampai Juli 2011 belum ada pelunasan dari PT DGI," kata Yulianis.
Rosa lebih jauh menambahkan, Nazaruddin pernah marah-marah dan meminta bertemu langsung dengan pimpinan PT Duta Graha Indah (DGI).
Kemarahan Nazaruddin ini karena menganggap PT DGI tidak memiliki komitmen untuk membayar fee kepada perusahaan miliknya.
"Komitmennya tidak sesuai, makanya Bapak (Nazaruddin) marah-marah. Terus Pak Nazar bilang minta ketemu sama bosnya Idris dan Dudung. Pokoknya dia mau ketemu sama yang punya," kata Rosa.
Lebih lanjut, Rosa mengatakan saat Nazaruddin marah, PT DGI memang belum melunasi komitmen fee untuk salah satu proyek yang dikerjakan oleh mereka. Selain itu, PT DGI justru malah menurunkan komitmen fee untuk proyek pembangunan rumah sakit khusus infeksi dan pariwisata Universitas Udayana Tahun 2009-2010.
Padahal, pada perjanjian awal, Permai Group menawarkan PT DGI untuk mengerjakan proyek pembangunan RS Udayana dengan syarat harus memberikan fee sebesar 19 persen dari nilai proyek senilai Rp190 miliar itu.
PT DGI, kata dia, justru terus-menerus menurunkan nilai komitmen hingga akhirnya mencapai angka 13 persen.
Rosa menyebut, saat kejadian itu dia mengaku tidak mengetahui secara pasti siapa pemilik dari PT DGI. Sebab dalam berkomunikasi terkait proyek dan pembayaran fee, ia hanya berhubungan dengan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah Mohammad El Idris, dan Dudung Purwadi yang saat itu menjabat sebagai direktur.