Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Kepolisian Daerah Papua Irjen Polisi Boy Rafli Amar mengakui anak buahnya melanggar prosedur tetap (protap) dalam menangani bentrokan di Kampung Bomou, Distrik Tigi Selatan, pada awal Agustus ini.
Boy mengatakan Kapolsek Tigi Iptu MR dan delapan anggota Brimob diduga melakukan pelanggaran protap saat menangani aksi massa pada 1 Agustus 2017 tersebut. Pelanggaran protap itu menewaskan seorang warga beberapa waktu lalu.
"Sesuai rekomendasi yang diberikan oleh tim investigasi, Kapolsek dan delapan anggota Brimob (termasuk komandan peleton) diduga telah melakukan pelanggaran prosedur dalam penanganan aksi massa," kata Boy Rafli di Timika, Jumat (11/8) seperti dikutip dari
Antara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan Kadiv Humas Polri itu mengatakan tim investigasi telah kembali dari Deiyai, dan melaporkan hasil kerja mereka kepada pimpinan Polda Papua.
"Setelah dicek satu per satu rangkaian tindakan anggota di lapangan, ternyata ada tindakan-tindakan yang tidak terkoordinasi dengan baik antara Polsek dan Brimob yang ada di Deiyai. Kemudian tidak adanya kesepahaman dalam mengatasi masyarakat yang saat itu melampiaskan kekecewaan mereka terhadap perusahaan [pembangun jembatan]," tutur Boy.
Salah satu indikasi kuat dugaan pelanggaran protap itu terkait penggunaan senjata api saat menangani aksi warga.
"Yang tidak dikedepankan yaitu prinsip kehati-hatian dan kepatutan, karena seharusnya masyarakat masih bisa ditangani dengan proses negosiasi atau kemudian melumpuhkan dengan tangan kosong karena ada warga yang membawa senjata tajam. Tindakan maksimal yang bisa dilakukan dalam kondisi seperti itu baru sebatas tembakan peringatan," ujar pria jebolan Akademi Polisi pada 1988 silam tersebut.
Sidang Kode EtikTerkait kasus itu, Boy menerangkan Polda Papua akan segera menggelar sidang Kode Etik Profesi dan Pengamanan kepada sembilan anggota Polri yang terlibat kasus penembakan di Deiyai tersebut.
"Berkas para terduga pelanggar kode etik masih disiapkan oleh Tim Propam Polda Papua. Kami akan segera menggelar sidang secara terbuka, silahkan masyarakat menyaksikan langsung persidangan tersebut," ujar Boy.
Adapun sanksi hukuman terberat bagi anggota yang terlibat kasus penembakan di Deiyai itu adalah pemberhentian sebagai anggota Polri.
"Nanti kita lihat fakta-fakta yang terungkap selama persidangan," katanya.
Insiden penembakan yang menewaskan seorang warga itu berawal dari penolakan karyawan perusahaan saat warga meminta bantuan untuk mengantar korban tenggelam ke rumah sakit.
Akhirnya, warga berhasil membawa korban ke rumah sakit dengan bantuan kendaraan dari wilayah lain. Naasnya, saat tiba di rumah sakit nyawa korban tak bisa diselamatkan.
Warga yang marah kemudian melakukan penyerangan terhadap karyawan dan peralatan di
camp milik PT Putera Dewa yang sedang melakukan pembangunan jembatan.
Karyawan tersebut kemudian melaporkan insiden tersebut ke Polsek Tigi dan pos Brimob sehingga datang ke loaksi kejadian, namun diserang warga yang membawa berbagai peralatan tradisional seperti parang, panah dan batu hingga terjadi penembakan dan mengenai warga.