Jakarta, CNN Indonesia -- Johannes Marliem ditemukan tewas di rumahnya di kawasan elite Los Angeles, Amerika Serikat, Kamis (10/8). Kematian salah satu saksi kasus korupsi e-KTP itu membuat geger publik terutama di Indonesia.
Kematian Johannes terjadi beberapa saat setelah di
lingkungan yang sama terjadi penyergapan polisi terhadap pelaku penyandera di kawasan Edinburgh Avenue--sebuah kawasan perumahan elite di Los Angeles. Sejauh ini pemberitaan di media AS menyebut Johannes tewas karena diduga bunuh diri.
Johannes adalah petinggi perusahaan yang terlibat dalam pengerjaan proyek pengadaan e-KTP di Kementerian Dalam Negeri. Namanya muncul dalam surat dakwaan untuk Andi Agustinus alias Andi Narogong yang sudah dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta kemarin, Senin (14/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Andi Narogong merupakan penggarap proyek e-KTP. Sementara Johannes merupakan Direktur PT Biomorf Lone LLC,
sub-kontraktor dari Konsorsium PNRI. Pengadaan AFIS L-1 dikerjakan oleh PT Biomorf Lone Indonesia dan Biomorf Mauritius. Dalam surat dakwaan tersebut dijelaskan Johannes bisa terlibat dalam dalam proyek strategis nasional di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, setelah 'dibawa' oleh mantan Sekretaris Jenderal Kemendagri Diah Anggraini.
Diah memperkenalkan Johannes kepada pengusaha Andi Narogong saat bertemu di Restorant Peacock, Hotel Sultan, Jakarta pada sekitar Oktober 2010. Saat itu, Diah menyebut Johannes sebagai pemasok produk
Automated Finger Print Identification Sistem (AFIS) merek L-1.
"Atas arahan tersebut, Sugiharto menindaklanjuti dengan cara mengarahkan Johannes Marliem untuk langsung berhubungan dengan ketua tim teknis, yakni Husni Fahmi," demikian bunyi dalam surat dakwaan Andi Narogong yang diakses
CNNIndonesia.com.
Sugiharto kala itu menjabat sebagai Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Direktorat Jendaral Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri. Selain itu, Sugiharto adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek e-KTP. Ia bersama koleganya, yang kala itu menjabat Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman, sudah divonis hakim dalam korupsi e-KTP pada 20 Juli 2017.
 Irman dan Sugiharto, dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri telah divonis majelis hakim pengadilan tipikor Jakarta dalam kasus korupsi e-KTP. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Kongkalikong Tim FatmawatiSelanjutnya, dalam dakwaan untuk Andi Narogong itu dijelaskan bahwa sebagai persiapan pengerjaan proyek e-KTP dirinya menggelar pertemuan dengan tim yang mempersiapkan proses tender hingga pengadaan. Andi Narogong pun menggelar pertemuan di ruko miliknya di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan.
Para pihak yang terlibat dalam pertemuan itu selanjutnya disebut Tim Fatmawati. Johannes sebagai penyedia produk AFIS merk L-1, dan sejumlah vendor lainnya dalam proyek e-KTP ini juga hadir dalam pertemuan Tim Fatmawati itu.
Tim Fatmawati berperan dalam mengatur semua proses tender proyek e-KTP. Lewat tim tersebut, Andi Narogong membentuk tiga konsorsium untuk ikut tender proyek senilai Rp5,9 triliun.
Tiga konsorsium itu adalah Konsorsium PNRI, Astragraphia, dan Murakabi. Dalam hal itu, Andi disebut telah menentukan sebelum tender dilakukan agar yang keluar sebagia pemenang adalah PNRI.
Walhasil, Konsorsium PNRI yang terdiri dari Perum PNRI, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, PT Sucofindo dan PT Sandipala Arthaputra, menjadi pemenang lalu mengerjakan proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2012.
Perangkat AFIS L-1 yang ditawarkan Johannes itu pada akhirnya digunakan untuk merekam data dalam proyek e-KTP.
Selain pertemuan di Fatmawati, Andi Narogong pun disebutkan sempat mengajak Johannes bertemu Setya Novanto yang psaat ini Ketua DPR. Andi mempertemukan Johannes dengan Setya Novanto kala memperkenalkan Paulus Tanos dan Vincent Cousin selaku Country Manager STMicroelectronics for Indonesia.
Perusahaan Johannes merupakan subkontraktor dari Konsorsium PNRI. Pengadaan AFIS L-1 dikerjakan PT Biomorf Lone Indonesia dan Biomorf Mauritius.
Untuk menggolkan proyek ini, sebagai pelicin, Andi sempat meminta Johannes dan Paulus untuk memberikan uang sebesar US$530 ribu kepada Sugiharto. Johannes menyetor US$200 ribu lewat staf Sugiharto, Yosep Sumartono. Sementara sisa dari yang diminta Andi Narogong diberikan Paulus lewat Yosep pula.
"Uang sejumlah dua ratus ribu dollar Amerika Serikat berasal dari Johannes Marliem yang diberikan melalui Yosep Sumartono di Mall Grand Indonesia," tulis jaksa penuntut umum KPK dalam surat dakwaan Andi Narogong.
Setelah proyek e-KTP berjalan, perusahaan Johannes itu menerima pembayaran dari Konsorsium PNRI lewat PT LEN Industri sebesar Rp96,4 miliar US$11,9 juta untuk pembelian peralatan aplikasi perekaman sidik jari,
signature pad, dan IRIS
Scanner.
Setelah menerima pembayaran itu, perusahaan Johannes memberikan
fee kepada Andi Narogong sebesar US$1,2 juta.
Johannes dalam surat dakwaan disebut menjadi salah satu pihak yang diperkaya Andi Narogong dalam korupsi proyek e-KTP. Johannes mendapatkan US$14,88 juta dan Rp25,24 miliar.
Pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong menghadapi sidang perdana kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk (E-KTP) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 14 Agustus 2017. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Kesaksian JohannesJohannes kini sudah tiada. Namun, sebelum ajal menjemputnya, pria pemilik
Green Card dari pemerintah Amerika Serikat itu sempat dimintai keterangannya oleh penyidik KPK. Salah satunya pada awal Juli 2017. Namun keterangannya itu ternyata tidak masuk dalam dakwaan untuk Irman, Sugiharto dan Andi Narogong.
"Saya kira itu juga sudah sering kita jelaskan Johannes Marliem bukanlah salah satu saksi dari 110 saksi yang kita ajukan di persidangan untuk terdakwa Irman dan Sugiharto termasuk juga di dakwaan AA," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi.
Selain itu, Febri membantah keberadaan saksi kunci dalam kasus-kasus yang diungkap KPK. Komisi antirasuah tak mengenal istilah saksi kunci terhadap seseorang yang mengetahui suatu kasus, termasuk untuk Johannes dalam pengusutan perkara korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Nama Johannes sempat tersiar sebagai saksi kunci kasus e-KTP yang juga telah menjerat Setya Novanto sebagai tersangka. Istilah kunci itu disematkan kepada Johannes karena ia sempat memiliki rekaman pembicaraan selama proses pembahasan proyek e-KTP sampai pengadaannya. Namun pihak KPK belum mau buka suara apakah rekaman tersebut sudah diterima dari Johannes apa belum.
"Kami sudah menetapkan tersangka baru dan saya kira tidak ada jalan mundur untuk penanganan kasus e-KTP ini. Kita berharap publik tetap mengawal proses ini agar kasus ini tuntas," ujarnya.