MA Masih Pelajari Permintaan Fatwa Grasi dari Kejagung

CNN Indonesia
Rabu, 23 Agu 2017 10:15 WIB
Mahkamah Agung (MA) masih mempelajari permintaan fatwa dari Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait aturan permohonan grasi terpidana mati.
Kejagung meminta MA mengeluarkan fatwa terkait grasi hukuman mati demi memberi kepastian dalam mengeksekusi terpidana mati, khususnya kasus narkotik. (CNN Indonesia/Adhi WIcaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Agung (MA) menyatakan masih mempelajari permintaan fatwa dari Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait aturan permohonan grasi terpidana mati. Kejagung menilai perlu fatwa itu guna memberi kepastian dalam mengeksekusi terpidana mati, khususnya kasus narkotik.

"Nanti kami pelajari dulu, karena UU Grasi [Undang-undang Nomor 5 tahun 2010] kan sudah ada," kata Juru Bicara MA Hakim Agung Suhadi di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/8).

Suhadi mengatakan pihaknya belum bisa bicara banyak mengenai permintaan fatwa oleh Kejagung terkait permohonan grasi terpidana mati. "Kita enggak bisa buat UU yang menyimpangi aturan itu," ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada akhir pekan lalu, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan fatwa itu dibutuhkan untuk mengantisipasi tingkah para terpidana mati yang kerap memanfaatkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas waktu pengajuan untuk mengulur masa pengajuan permohonan grasi.

Kejagung Minta Fatwa MA Tentang Grasi Bagi Terpidana Mati(CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
MK memutuskan jangka waktu pengajuan grasi dapat dilakukan lebih dari satu tahun sejak berkekuatan hukum tetap (inkracht) pada tahun lalu. Putusan itu mengubah sebagian isi Undang-undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi.

Sebelumnya, Pasal 7 UU Grasi mengatur itu hanya bisa diajukan paling lama satu tahun setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.

"Kami akan minta fatwa kepada Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi biar ada kepastian," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (18/8).

Prasetyo menilai putusan Mahkamah Konstitusi itu menjadi salah satu penghambat pelaksanaan eksekusi mati. Menurutnya, putusan tersebut tidak memberikan kepastian hukum terkait pengajuan permohonan grasi bagi terpidana mati.

"Kalau tidak, gantung terus, kami tidak bisa melaksanakan putusan sudah inkracht, sementara dimainkan para terpidananya untuk mengulur waktu," kata Prasetyo.

Di bawah kepemimpinan Prasetyo, Kejaksaan Agung telah menggelar tiga kali eksekusi mati. Pada gelombang pertama yang berlangsung 18 Januari 2015, Kejaksaan Agung mengeksekusi mati enam terpidana mati.

Kemudian, pada gelombang kedua, Kejaksaan Agung mengeksekusi delapan terpidana mati pada 29 April 2015.

Pelaksanaan eksekusi jilid ketiga atau yang terakhir dilakukan pada 29 Juli 2016. Ketika itu, Kejaksaan Agung mengeksekusi empat terpidana.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER