'Sapi' dan 'Kambing' Jadi Kode Suap Panitera PN Jaksel

CNN Indonesia
Selasa, 22 Agu 2017 15:23 WIB
Ketua KPK Agus Rahardjo menduga penggunaan kata sapi dan kambing dijadikan kode istilah karena berdekatan dengan hari raya Idul Adha.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan tersangka pemberi suap kepada Panitera PN Jaksel menggunakan istilah sapi untuk samarkan praktik suap. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengacara PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI) Akhmad Zaini menggunakan kata 'kambing' dan 'sapi' untuk menyamarkan kode suap kepada panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Tarmizi.

Akhmad dan Tarmizi telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus praktik dugaan suap untuk pengamanan perkara perdata di PN Jakarta Selatan. Nilai suap kepada Akhmad untuk mengamankan perkara mencapai Rp425 juta
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, istilah sapi digunakan untuk merujuk pada nilai ratusan juta, sementara kambing merujuk nominal puluhan juta rupiah.

"Dalam komunikasi antara AKZ dan TMZ digunakan sandi sapi untuk rujuk nilai ratusan juta, dan sandi kambing puluhan juta. Mungkin ini karena situasi mendekati hari kurban," kata Agus saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tarmizi mulanya meminta tujuh sapi dan lima kambing atau senilai Rp750 juta kepada Akhmad untuk mengurus kasus PT ADI. Namun setelah dilakukan negosiasi, disepakati pemberian sebesar Rp400 juta.

"Tapi sampai akhirnya disepakati Rp400 juta untuk perkara tersebut," tuturnya.
Tarmizi menerima uang suap dari Akhmad sebesar Rp425 juta melalui pegawai honorer PN Jaksel, Teddy Junaedi. Pemberian itu dilakukan lewat transfer dan secara bertahap sejak Juni 2017.

Uang itu diduga untuk memengaruhi agar gugatan Eastren Jason Fabrication Service Pte, Ltd (EJFS) selaku penggugat terhadap PT ADI selaku tergugat ditolak.

Putusan kasus wanprestasi itu rencananya bakal dibacakan kemarin, 21 Agustus 2017, saat operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan.
Selaku pemberi suap, Akhmad disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai pihak yang diduga penerima, Tarmizi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER