'Mereka Ingin Kaya Lewat Korupsi'

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Kamis, 24 Agu 2017 08:57 WIB
Mahkamah Agung akan memanfaatkan perkembangan teknologi untuk mencegah suap, terutama terkait urusan pemanggilan pihak berperkara.
Mahkamah Agung berencana menerapkan teknologi untuk mencegah suap. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
Jakarta, CNN Indonesia -- Panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Tarmizi ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin (21/8) karena terlibat kasus suap.

Ketua Muda Pengawasan Mahkamah Agung (MA) Sunarto mengatakan, suap itu terjadi bukan karena minimnya penghasilan yang diterima.

Menurut Sunarto, pegawai peradilan yang menerima suap disebabkan karena pola pikir dan menganggap jabatannya sebagai fasilitas, bukan amanah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mereka ini ingin kaya tapi lewat korupsi. Jadi memilih untuk lewat jalan pintas," kata Sunarto dalam Lokakarya Media Bersama MA dan EU-UNDP Sustain di El Royale Hotel Bandung, Rabu (23/8).
MA mengaku kecolongan dalam kasus suap Tarmizi. Selama ini, kata Sunarto, MA telah berupaya maksimal dengan memberikan pengarahan maupun pembinaan bagi panitera maupun hakim. Namun banyaknya jumlah pegawai peradilan yang mencapai 40 ribu di seluruh Indonesia menjadi salah satu kendala bagi pihaknya untuk mengawasi satu per satu.

"Ya kalau kecolongan wajarlah, tapi persentasenya kecil," ucap Sunarto.

Sunarto mengatakan, MA akan memanfaatkan perkembangan teknologi untuk meminimalisir suap, terutama terkait urusan pemanggilan pihak berperkara.

"Ke depannya melalui panggilan elektronik atau email itu bisa saja dilakukan. Tapi harus bertahap, mungkin di kota besar sudah bisa," tutur Sunarto.

Sunarto tak memungkiri, selama ini pengacara maupun jaksa mudah untuk bertatap muka dengan panitera karena mereka mesti melapor terlebih dulu kepada panitera sebelum mulai bersidang. Tatap muka itu seringkali menjadi peluang untuk terjadinya suap.

Aplikasi Antrean Perkara

Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah menyarankan agar panggilan terhadap pihak berperkara dapat dilakukan melalui aplikasi sistem antrean sidang.

Cara ini dinilai efektif untuk menghindari tatap muka dengan pihak berperkara yang berujung suap seperti yang terjadi pada panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.

"Perlu diciptakan aplikasi sistem antrean sidang untuk laporan kepada aparat yang menyidangkan. Sepanjang masih manual pasti ada penyimpangan," ujar Abdullah.

Sesuai ketentuan dalam hukum acara, panitera atau panitera pengganti memang berwenang menghubungi pengacara maupun jaksa di pengadilan.

Abdullah menyadari butuh waktu tak sebentar untuk mewujudkan pembuatan aplikasi tersebut. Apalagi perlu ada perubahan aturan untuk mengganti prosedur yang selama ini telah dilakukan.

"Ini tantangan tim teknologi informasi untuk membuat laporan sidang. Perlu dipikirkan juga perubahan hukum acaranya," katanya.

Panitera pengganti PN Jakarta Selatan Tarmizi dan pengacara PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI) Akhmad Zaini ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap pengamanan perkara.

Tarmizi diduga menerima uang sebesar Rp425 juta dari Akhmad Zaini selaku kuasa hukum PT ADI yang berperkara di PN Jakarta Selatan. Pemberian uang itu dilakukan secara bertahap sejak Juni 2017 hingga 21 Agustus 2017.

Panitera yang terjerat kasus suap bukan sekali ini saja terjadi. Sebelumnya KPK juga telah menciduk panitera pengganti PN Jakarta Utara Rohadi karena menerima suap terkait perkara penyanyi dangdut Saipul Jamil.
(ugo/ugo)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER