Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut, potensi kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Sjamsul Nursalim, bisa membengkak.
Sjamsul merupakan salah satu obligor, dan pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), yang mendapat suntikan dana saat krisis melanda Indonesia pada 1998.
Adanya potensi membengkaknya kerugian negara itu ditemukan setelah KPK berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan perhitungan akhir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemarin terakhir diperoleh Rp3,7 triliun dan ada kemungkinan kerugian keuangan negara juga bertambah," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (25/8).
Febri menuturkan, saat ini pihaknya tengah menelusuri aset-aset Sjamsul yang ada di Indonesia. Hal tersebut dilakukan untuk memaksimalkan pengembalian kerugian negara, yang mencapai Rp3,7 triliun.
Sjamsul merupakan taipan yang besar di era Presiden Suharto. Bisnisnya menggurita, yang terkenal ada Gajah Tunggal, produsen ban merek GT Radial. Dia juga memiliki Mitra Adiperkasa (MAP), yang dikendalikan lewat keponakannya Boyke Gazali.
Tak hanya itu, Sjamsul memiliki jejaring bisnis lintas negara, mulai di Singapura hingga Australia.
"Kita masih terus mendalami terkait aset-aset yang ada di Indonesia," ujarnya.
Febri memastikan pihaknya bakal menuntaskan kasus yang baru menjerat mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.
Terkait dengan ketidakhadiran Sjamsul dan Istrinya Itjih Nursalim, Febri menyebut pihaknya tak terpengaruh meski ada saksi yang tak memenuhi pemeriksaan.
Dia meminta Sjamsul dan Ijtih untuk menghormati proses hukum yang tengah dilakukan KPK di Indonesia, mengingat pasangan suami istri sudah lama menetap di Singapura.
"Itikad baik itu juga ada pada saksi obligor juga di sini, karena proses penegakan hukum sedang berjalan di Indonesia," ujarnya.
(has)