Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa hari lalu baru saja membongkar praktik dugaan suap dalam pengerjaan pengerukkan alur pelayaran di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah.
Kasus suap itu melibatkan Direktur Jenderal nonaktif Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono dan Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adiputra Kurniawan. Nilai suapnya mencapai Rp1,174 miliar.
PT Adhiguna merupakan penggarap pengerjaan pengerukan tersebut dengan nilai proyek sebesar Rp44,52 miliar. Perusahaan yang bergerak di bidang sarana dan prasarana kelautan itu sejak 2012 kerap mendapat proyek di Kementerian Perhubungan.
Pengerukan alur pelayaran tersebut menjadi salah satu instrumen yang dikerjakan untuk mendukung proyek besar tol laut Presiden Joko Widodo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelabuhan Tanjung Emas sendiri masuk dalam 24 pelabuhan pendukung tol laut. Salah satu pelabuhan besar di Pulau Jawa itu menjadi salah satu pelabuhan pendukung dalam proyek pemerintahan saat ini.
Pengembangan Pelabuhan Tanjung Emas, bersama puluhan pelabuhan lainnya dilakukan mulai 2015 lalu. Pengembangan tersebut masuk pada rancangan awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Berdasarkan data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), ada lima pelabuhan utama yang dikembangkan mendukung proyek tol laut, yakni Pelabuhan Kuala Tanjung, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Makassar dan Bitung.
Sementara itu 19 pelabuhan pendukung, di antaranya Pelabuhan Tanjung Emas, Pelabuhan Malahayati, Batam, Jambi (Talang Duku), Palembang, Panjang, Teluk Bayur.
Kemudian Pontianak, Banjarmasin, Sampit, Balikpapan/Kanangau, Samarinda/Palaran, Tanau/Kupang, Pantoloan, Ternate, Kendari, Sorong, Ambon, dan Jayapura.
Proyek ambisius Jokowi, yang telah masuk dalam RPJMN 2015-2019, di salah satu pengerjaan pelabuhan pendukung ternyata tak luput dari praktik korupsi. Tak menutup kemungkinan proyek pengembangan pelabuhan lainnya pun turut dikorupsi.
Kemungkinan itu tak lepas dari dugaan KPK soal ada uang yang diterima Tonny dari kontraktor lain--selain dari PT Adhiguna Keruktama--yang mengerjakan pembangunan di sejumlah pelabuhan. Hal itu menyusul ditemukannya 33 tas berisi uang dalam berbagai mata uang asing dan rupiah, yang totalnya mencapai Rp18,9 miliar di kediaman Tonny.
Tonny disangka menerima suap dan gratifikasi terkait perizinan dan proyek pengadaan di lingkungan Kemenhub tahun 2016-2017.
"Jumlahnya memang banyak (uang yang disita dari Tonny), jadi tidak mungkin (suap dan gratifikasinya) cuma dari satu (pihak), pasti ada dari beberapa kasus, tapi ini masih dalam pengembangan oleh tim KPK," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers beberapa waktu lalu.
KPK kini tengah membidik pihak lain yang ditengarai sebagai pemberi suap ke Tonny terkait pengerjaan proyek lain yang masuk dalam program tol laut tersebut. "Nanti akan didalami oleh penyidik," kata Basaria kepada
CNNIndonesia.com, Sabtu (26/8).
Kasus yang melilit Tonny ini ditengarai bukannya hanya terkait pengerjaan pelabuhan yang masuk proyek tol laut Jokowi, tetapi juga dalam pengadaan kapal.
Center for Budget Analysis (CBA) mendorong KPK untuk mengusut tuntas kasus korupsi terkait proyek pengerukan alur pelayaran pelabuhan yang dijalankan Kemenhub, terutama sejak proyek tol laut dijalankan.
Koordinator Investigasi CBA, Jajang Nurjaman mengatakan lembaga antirasuah jangan berhenti pada pengusutan pengerjaan pengerukan yang dilakukan PT Adhiguna di Pelabuhan Tanjung Emas.
"Karena sedikitnya antara tahun 2012 sampai 2017 terdapat 8 proyek pengerukan alur pelayanan pelabuhan yang dimenangkan oleh PT Adhiguna Keruktama," ujarnya lewat keterangan tertulis yang diterima
CNNIndonesia.com.
PT Adhiguna menjadi langganan menggarap pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Tanjung Emas tahun 2012-2015, dan 2017. Dari lima proyek tersebut PT Adhiguna mendapatkan gelontoran anggaran dari Kemenhub sebesar Rp212 miliar.
Adapun tiga proyek lainnya yakni pekerjaan pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Kumai tahun 2014, Pelabuhan Samarinda tahun 2016, dan Pelabuhan Pulang Pisau tahun 2016. Total anggaran ketiga proyek yang didapat PT Adhiguna mencapai Rp201 miliar.
"Hal ini mengindikasikan, paraktik permainan proyek di tubuh Kementerian Perhubungan yang dipimpin Budi Karya Sumadi sudah lama terjadi," ujar Jajang. Jajang melanjutkan, Jokowi harus mempertimbangkan posisi Budi Karya saat ini setelah KPK berhasil membongkar praktik rasuah di lingkungan Kemenhub. Hal tersebut, menurut dia, perlu dilakukan untuk menghindari proyek strategis lainnya dijadikan bancakan korupsi.
"Jangan sampai proyek-proyek strategis nasional yang dijalankan Kemenhub, malah dijadikan ajang bancakan oknum-oknum tidak bertanggungjawab, karena menterinya kurang tegas," tuturnya.
Sebab kasus OTT terhadap Antonius ini merupakan kali kedua terjadi di lingkungan Kemenhub. Sebelum ini, Direktorat Perkapalan dan Kepelautan Kemenhub juga pernah menjadi sasaran OTT Tim Saber Pungli Polda Metro Jaya, tepatnya pada Oktober tahun lalu.
Ada tiga orang PNS Kemenhub yang diciduk Saber Pungli karena dugaan menerima pungli. Ketiga anak buah Budi Karya itu diduga menerima 'pelicin' terkait pengurusan perizinan perkapalan dan kelautan.
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menambahkan, masih adanya praktik korupsi dalam pelaksanaan proyek yang dibiayai negara lantaran pengawasan yang lemah dari atasan.
Apalagi, kata Boyamin, pemimpin tersebut tak bisa memberikan teladan yang baik bagi bawahannya. Menurut Boyamin, mental pejabat negara masih belum berubah, sehingga praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) masih terjadi.
"Sepanjang pola pemerintahan seperti ini maka akan sulit memberantas korupsi," kata Boyamin.