Intrik Keluarga di Tanah Sengketa Sunda Wiwitan

CNN Indonesia
Senin, 28 Agu 2017 07:48 WIB
Sengketa tanah adat Sunda Wiwitan di Cigugur, Kuningan merupakan buntut dari intrik panjang perebutan klaim atas kepemilikan lahan warisan leluhur.
Masyarakat adat Sunda Wiwitan saat menolak eksekusi lahan. (CNN Indonesia/Bimo Wiwoho)
Pengadilan Negeri Kuningan menyatakan bahwa tanah yang selama ini ditempati keluarga Engkus Kusnadi dan Mimin Saminah bukan tanah adat, melainkan tanah milik Ratu Siti Djenar, atau ibu dari Jaka Rumantaka.

Hal itu tercantum dalam Putusan Pengadilan Negeri Kuningan No 07/Pdt.G/2009/PN.Kng tanggal 18 Januari 2010 jo.

Mimin Saminah beserta warga adat tidak tinggal diam. Mereka lalu mengajukan banding atas putusan PN Kuningan tersebut kepada Pengadilan Tinggi Jawa Barat di Bandung. Pihak warga adat, Dewi Kanti Setianingsih mengatakan PN Kuningan tidak seharusnya menggunakan frame hukum waris dalam proses peradilan.

“Hakim tidak terlalu memahami sistem nilai adat yang berkembang di masyarakat, sehingga yang digunakan adalah kaca mata hukum waris barat,” tutur Dewi.

Selain itu, tutur Dewi, penuturan para saksi yang dihadirkan pihaknya tidak dijadikan bahan pertimbangan hakim karena tidak disumpah secara agama. Bahkan, kata Dewi, kesaksian ayahnya selaku Ketua Adat Sunda Wiwitan Cigugur, Pangeran Jatikusuma juga tidak dijadikan pertimbangan oleh hakim.

Padahal, Pangeran Jatikusuma merupakan saksi hidup yang seharusnya dijadikan saksi kunci oleh majelis hakim.

“Cuma karena ayah kami Sunda Wiwitan, tidak dianggap suatu agama, kesaksiannya tidak dijadikan pertimbangan. Aneh,” kata Dewi.

Alasan-alasan itu membuat Dewi dan warga Sunda Wiwitan lainnya berteguh mengajukan banding.

Namun Pengadilan Tinggi Jawa Barat tidak mengabulkan permohonan banding Dewi. Berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat No 82/Pdt/2010/PT.Bdg tanggal 5 Mei 2010 jo, tanah yang menjadi objek sengketa merupakan tanah milik Jaka. Bukan tanah adat.
Dewi belum mau berhenti. Dewi dengan warga Sunda Wiwitan lalu mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan PN Kuningan dan PT Jawa Barat tersebut.
 
Lagi-lagi, Dewi dan warga Sunda Wiwitan harus gigit jari. Mahkamah Agung memutuskan bahwa tanah yang diklaim sebagai tanah adat oleh Dewi merupakan milik Jaka Rumantaka selaku anak dari pewaris bernama Ratu Siti Djenar. Putusan kasasi itu tercantum dalam Putusan Mahkamah Agung RI No 2394K/Pdt/2010 tanggal 12 Januari 2012 jo.

Dengan demikian, putusan Pengadilan Negeri Kuningan menjadi inkrah atau berkekuatan hukum tetap.

Dewi dan warga Sunda Wiwitan kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kepada Mahkamah Agung. Tetapi, Mahkamah Agung tetap menyatakan hal yang sama berdasarkan Putusan PK No 21 PK/Pdt/2014 tanggal 18 Juni 2014.
Intrik Keluarga di Tanah Sengketa Sunda WiwitanPolwan menjadi garda terdepan mengadang perlawanan warga yang menolak eksekusi lahan. (CNN Indonesia/Bimo Wiwoho)

Eksekusi

Pada 2015, Jaka Rumantaka selaku pemenang perkara sempat mengajukan permohonan eksekusi terhadap lahan yang diklaim miliknya itu.

Akan tetapi, menurut penuturan Dewi Kanti, kala itu Ketua Pengadilan Negeri Kuningan Prayitno Imam Santosa menolak permohonan Jaka. Dewi mengatakan, Prayitno menolak karena luasan tanah berubah-ubah sejak proses hukum berjalan selama ini.

“Pada awal tuntutan 200 meter sekian, lalu 190 meter sekian, berubah-ubah,” tutur Dewi, Kamis malam (24/8).

Oleh karena proses eksekusi tidak diperbolehkan oleh Prayitno selaku Ketua PN Kuningan, perkara tersebut perkara itu pun sempat menggantung.

Memasuki 2017, perkara kepemilikan tanah yang bertempat di Blok Mayasih RT 29/10 Cigugur, Kuningan kembali dikuak. Ketua PN Kuningan yang baru, Elly Istianawati mengabulkan permohonan eksekusi yang dilayangkan Jaka Rumantaka.

Rencana awal, eksekusi akan dilaksanakan pada Juni 2017. Namun batal karena dianggap mengganggu bulan Ramadhan. Kemudian eksekusi direncanakan kembali pada Juli 2017. Rencana tersebut kembali batal karena kepolisian banyak yang mengambil cuti.

Ketua PN Kuningan Elly lantas memilih proses eksekusi dijalankan di bulan selanjutnya.
Memasuki bulan Agustus, Elly menyatakan bahwa proses eksekusi bisa dilaksanakan. Hari yang dipilih yaitu Kamis 24 Agustus 2017.

Pada hari tersebut, pihak PN Kuningan dengan pengawalan sekitar 400 personel polisi mendatangi tanah yang akan dieksekusi. Meski begitu, mereka diadang oleh warga adat Sunda Wiwitan yang tidak kalah banyak jumlahnya.

Aksi dorong terjadi beberapa kali antara polisi dengan warga adat. Upaya warga adat menghalau polisi begitu sengit. Hingga pada akhirnya pihak juru sita PN Kuningan menyatakan bahwa eksekusi gagal dilakukan.

Eksekusi akan berlanjut di lain hari, tanpa ada yang tahu kapan persisnya.

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER