Pangeran Tedjabuana meninggal dunia pada tahun 1978 karena sakit keras. Tampuk pimpinan adat lalu dipegang oleh Pangeran Jatikusuma.
Kemudian pada tahun 2002, Ratu Siti Djenar meninggal dunia. Sebelum Ratu Siti Djenar meninggal dunia, sempat tersiar kabar bahwa putranya, yaitu Jaka Rumantaka ingin menggugat tanah yang ditempati Mimin.
Hal itu membuat Mimin kaget. Mimin lalu menanyakan informasi tersebut kepada Ratu Siti Djenar. Berdasarkan penuturan Mimin, Ratu Siti Djenar menyanggah kabar tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Si Jaka mah tidak tahu apa-apa. Dia kan dari kecil tinggal di Sumedang,” tutur Mimin menirukan Ratu Siti Djenar.
Mimin sejak itu dilanda harap-harap cemas karena dirinya bukan keturunan Pangeran Jatikusuma mau pun Pangeran Tedjabuana selaku pemilik tanah. Kala itu, suaminya, Engkus Kusnadi pun telah meninggal dunia.
Lalu pada tahun 2008, Mimin mendapat surat dari Pengadilan Negeri Kuningan. Dalam surat tersebut, Mimin tercantum sebagai pihak tergugat. Surat tersebut bagai petir di siang bolong bagi Mimin.
Pihak penggugat sendiri, tidak lain dan tidak bukan adalah Jaka Rumantaka, anak dari Ratu Siti Djenar.
Jaka mengklaim tanah yang selama ini ditempati Mimin merupakan milik ibunya, Ratu Siti Djenar yang diberikan oleh Pangeran Tedjabuana.
Mimin mengaku heran dengan tindakan Jaka. Dia kembali menceritakan bahwa saat syukuran pembangunan rumah, Ratu Siti Djenar tidak pernah mengklaim tanah itu miliknya.
“Seharusnya, kalau itu milik Ratu (Siti Djenar) pasti bilang ke saya, jangan dibikin rumah karena itu tanah Ratu,” tutur Mimin.
 Warga saat berdemo menolak eksekusi lahan. (CNN Indonesia/Bimo Wiwoho) |
Versi Jaka RumantakaJaka Rumantaka mengatakan bahwa tanah yang digugatnya merupakan tanah yang diwariskan kepada ibunya, Ratu Siti Djenar.
Dia meyakini hal itu karena tanah-tanah di samping lahan yang menjadi objek sengketa, adalah warisan yang diberikan Pangeran Tedjabuana kepada kakak ibunya. Dia adalah Ratu Dewi Kencana Puri Alibassa.
“Tanah-tanah itu diberikan Pangeran Tedjabuana kepada Ratu Dewi. Sekarang sudah dibeli oleh orang lain,” kata Jaka saat diwawancara CNNIndonesia.com, Sabtu (26/8).
Jaka memiliki bukti surat pernyataan yang ditandatangani oleh mantan Sekretaris Desa bernama Murkanda. Dalam surat tersebut, Murkanda menyatakan bahwa dirinya menemui Pangeran Tedjabuana pada tangal 17 Mei 1970 di Cirebon. Kala itu, Murkanda menjabat sebagai Kepala Kampung Wage Desa Cigugur.
Murkanda mengaku mendapat pesan dari Pangeran Tedjabuana. Isi pesan tersebut yaitu bahwa Pangeran Tedjabuana memberikan tanah kepada putri-putri dari istri pertamanya.
Surat tersebut ditandatangani Murkanda dan Lurah Cigugur, Utari pada 20 November 2008.
“Saya punya buktinya. Ini,” ujar Jaka seraya menunjukkan surat yang dimaksud.
Dia mengatakan bahwa di Cigugur tidak ada yang namanya tanah milik adat. Semua tanah milik Pangeran Tedjabuana dan sebagian dari tanah tersebut telah diwariskan kepada anak-anaknya.
Termasuk tanah yang ditempati oleh Mimin Saminah. Dia mengklaim tanah tersebut merupakan tanah milik ibunya, Ratu Siti Djenar. Bukan milik warga adat atau pun Pangeran Jatikusuma.
Berbekal surat tersebut beserta berkas-berkas lainnya, Jaka mengajukan gugatan pada tahun 2009 ke Pengadilan Negeri Kuningan untuk mendapatkan kembali tanah milik ibunya.