Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK)
Patrialis Akbar menilai hukuman delapan tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta merupakan takdir yang diberikan Tuhan dan untuk membersihkan dirinya dari kesalahan-kesalahan masa lalu.
"Sebagai manusia yang memiliki keyakinan agama Islam, saya meyakini Allah SWT memberikan kesempatan bagi saya untuk bersihkan diri," kata Patrialis usai sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (4/9).
Patrialis dinilai bersalah menerima suap dari pengusaha daging Basuki Hariman dan sekretarisnya Ng Fenny lewat rekannya Kamaludin. Mantan politikus PAN itu terbukti menerima suap US$10 ribu dan Rp4,04 juta.
Uang suap itu diberikan Basuki dan Ng Fenny lewat Kamaludin. Uang 'pelicin' tersebut ditujukan untuk mempengaruhi putusan uji materi materi Undang-Undang Nomor 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang ditangani Patrialis di MK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Patrialis menyatakan, sebagai seorang manusia, dirinya memiliki kesalahan. Menurut dia, lewat proses hukum ini, dirinya diingatkan oleh Tuhan untuk kembali ke jalan yang ditentukan oleh agama.
"Jadi saya yakini, ini adalah takdir dalam perjalanan hidup saya," kata
Patrialis Akbar.
Mantan Menteri Hukum dan HAM itu menegaskan berbeda pandangan dengan majelis hakim yang menangani perkaranya soal kasus suap ini. Kata dia, dirinya tidak memakan uang negara.
Patrialis pun membandingkan dengan pelaku kejahatan korupsi yang memakan uang negara hingga miliaran rupiah, namun hukumannya tak seberat dirinya.
"Anda bayangkan, orang-orang yang makan uang negara, telah mengembalikan uang negara puluhan miliar, bahkan ada ratusan miliar, berapa hukumannya?" ujar dia.
Adapun atas vonis ini, Patrialis menghormati putusan majelis hakim. Namun dia mengaku masih pikir-pikir sebelum memutuskan banding atau tidak.
"Saya tidak mau mencela putusan hakim di depan umum, karena tidak etis. Saya tetap menjaga dan menghormati putusan hakim," kata
Patrialis Akbar.