Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah menyatakan, Ketua Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu Kaswanto saat ini tengah menjalani pemeriksaan di Pengadilan Tinggi Bengkulu terkait penangkapan hakim dan panitera
PN Bengkulu yang terjaring operasi tangkap tangan KPK, pada Rabu (6/9) malam. Abdullah menuturkan, selama menjalani proses pemeriksaan Kaswanto dinonaktifkan sementara dari jabatan Ketua PN Bengkulu.
"Kami sedang periksa Ketua PN Bengkulu. Jabatannya sementara dinonaktifkan. Beliau ini baru masuk dan dilantik lho, sudah kena masalah," ujar Abdullah di gedung MA, Jakarta, Jumat (8/9).
Menurut Abdullah, pemeriksaan ini merupakan bentuk tanggung jawab Kaswanto sebagai atasan dari hakim PN Bengkulu yang terjaring tangkap tangan KPK. Namun ia menegaskan, proses pemeriksaan dan status nonaktif itu tak lantas mengindikasikan bahwa Kaswanto turut terlibat dalam kasus tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Status nonaktif ini untuk menghindari pengaruh dari pihak lain selama Ketua PN Bengkulu menjalani pemeriksaan," katanya.
Abdullah mengatakan, setiap pimpinan yang masuk ke pengadilan memang bertanggung jawab terhadap anak buahnya, termasuk melakukan pembinaan kepada setiap jajaran di dalam pengadilan.
"Begitu masuk ketua sudah harus tahu risikonya. Secara reguler pimpinan harus melakukan pembinaan misalnya dengan menyampaikan pesan moral. Kalau itu sudah disampaikan ke jajaran
PN, berarti ketua sudah melakukan pembinaan," tuturnya.
Selain menonaktifkan Ketua PN Bengkulu, MA sebelumnya juga menonaktifkan panitera PN Bengkulu yang juga atasan langsung dari panitera pengganti PN Bengkulu Hendra Kurniawan. Tim Badan Pengawasan MA juga langsung terbang ke Bengkulu untuk memeriksa ketua dan panitera PN Bengkulu.
Apabila tak terbukti, maka MA akan melakukan rehabilitasi dan mengembalikan ke posisi awalnya. Namun jika yang bersangkutan terbukti tidak memberikan pembinaan dan pengawasan terhadap anak buahnya, penonaktifan pejabat sturktural akan diteruskan permanen.
Sebelumnya KPK melakukan tangkap tangan pada
hakim Dewi Suryana dan panitera pengganti Hendra. Keduanya diduga menerima suap Rp125 juta dari keluarga pihak berperkara dalam kasus korupsi.
(axel/djm)