Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Partai Golkar
Setya Novanto kemungkinan tidak akan menghadiri agenda praperadilan dirinya di Pengadilan Negari Jakarta Selatan, Selasa (12/9) besok. Hal itu terkait keberadaan dirinya yang dirawat di RS Siloam karena sakit.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar Idrus Marham mengatakan, kondisi fisik Setnov tidak memungkinkan hadir dalam sidang perdana praperadilan tersebut.
"Saya kira kondisi seperti ini. Saya kira (Setnov) tidak akan hadir juga besok," ujar Idrus di Gedung KPK, Jakarta, Senin (11/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Idrus menuturkan, Setnov saat ini masih dirawat di RS karena penyakit gula darah yang sudah diidapnya sejak lima tahun silam yang kambuh. Berdasarkan keterangan dokter, penyakit itu juga telah mengganggu fungsi ginjal dan jantung Setnov.
Idrus mengkliam, dokter RS Siloam menilai Setnov tidak memungkinkan untuk hadir dalam pemeriksaan di KPK dan sidang praperadilan karena kondisnya yang belum stabil.
"Karena saya bukan dokter, mekanisme ini ditempuh atas rekomendasi yang memeriksa Pak Novanto," ujarnya.
Lebih lanjut, Idrus menegaskan, Setya tidak sengaja beralasan sakit untuk tidak menghadiri praperadilan. Bahkan, ia juga menegaskan Setya tidak sengaja mengulur pemeriksaan perdana sebagai tersangka e-KTP di KPK.
Setnov resmi mengajukan praperadilan atas status tersangka dalam kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP pada Senin 4 September 2017. Gugatan praperadilan Ketua Umum Partai Golkar itu teregister dalam Nomor 97/Pid.Prap/2017/PN Jak.Sel.
PN Jaksel telah mengumumkan jadwal sidang praperadilan Ketua DPR Setya Novanto atas penetapan tersangka dalam kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP. Sidang perdana bakal dilakukan pada Selasa 12 September 2017.
PN Jakarta Selatan menunjuk hakim Cepi Iskandar untuk menangani praperadilan yang diajukan Setnov. Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Juli 2017 lalu, Setnov belum pernah diperiksa sebagai tersangka.
Setnov disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Nama Setnov muncul dalam dakwaan Irman dan Sugiharto. Ia disebut mendapat jatah 11 persen atau Rp574 miliar dari nilai proyek e-KTP. Setnov juga disebut mengarahkan perusahaan pemenang proyek senilai Rp5,9 triliun tersebut.
KPK mengatakan, siap menghadapi praperadilan yang dilayangkan Setnov. Lembaga antirasuah itu bakal membeberkan barang bukti yang sudah dimiliki pihaknya terkait penetapan Setnov sebagai tersangka.
(djm/djm)