Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Tim Pemeriksa dengan Tujuan Tertentu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Yudi Ayodhya mengungkapkan ada temuan tak wajar dari penggunaan anggaran oleh Kemendes terkait pemberian honorarium pendamping dana desa tahun anggaran 2015-2016.
Yudi mengungkapkan itu saat menjadi saksi dalam sidang kasus suap auditor BPK dengan terdakwa dua pejabat Kemendes Sugito dan Jarot Budi Prabowo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/9).
"Ada temuan biaya program pendamping dana desa tak wajar yang belum dibayarkan sebesar Rp425 miliar pada tahun 2015 dan Rp550 miliar pada tahun 2016," ujar Yudi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Temuan pengelolaan dana yang belum dibayarkan itu berasal dari total anggaran sebesar Rp1 triliun pada tahun 2015 dan sekitar Rp1,3 triliun pada tahun 2016.
"Honor untuk pendamping dana desa itu tidak ada dasar kajiannya," katanya.
Yudi menuturkan, berdasarkan hasil kajian BPK biaya pendamping dana desa untuk PNS golongan IIA mestinya hanya Rp1,9 juta. Namun dari hasil penghitungan Kemendes dicantumkan sebesar Rp2,5 juta.
"Itu yang tidak wajar dan sampai akhir Oktober tahun lalu juga tidak ada dokumen yang bisa dipertanggungjawabkan," tuturnya.
Hasil temuan ini juga telah diungkapkan Direktur Pemberdayaan Masyarakat Desa Kemendes Taufik Madjid dalam persidangan sebelumnya.
Taufik menyebut honor pendamping desa yang belum dibayar pada tahun 2015 sebesar Rp450 miliar dan Rp550 miliiar pada tahun 2016.
Ia kemudian melaporkan temuan itu pada Sugito dan dilanjutkan ke auditor BPK Ali Sadli yang telah menjadi tersangka dalam perkara ini. Namun Ali mengaku tak bisa mengklarifikasi, karena hasilnya nanti akan memengaruhi opini dari BPK tehadap Kemendes.
Sugito dan Jarot didakwa menyuap auditor BPK Rochmadi Saptogiri untuk memperoleh opini WTP terhadap hasil laporan keuangan Kemendes tahun anggaran 2016. Uang suap itu dikumpulkan dengan cara ‘patungan’ dari sejumlah unit kerja eselon I Kemendes sebesar Rp240 juta.
Sugito meminta ‘atensi atau perhatian’ dari seluruh unit kerja eselon I kepada tim pemeriksa BPK, berupa pemberian uang dengan jumlah Rp200 juta hingga Rp300 juta. Uang itu akhirnya diperoleh dari sejumlah direktorat jenderal Kemendes dan uang pribadi Jarot.