Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo menyatakan penyergapan sejumlah kepala daerah melalui operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih mencerminkan kegagalan sistem pencegahan korupsi.
Ia menjelaskan, pemberantasan korupsi yang terfokus pada penindakan tidak akan mereduksi praktik korupsi, baik sekarang maupun yang akan datang. Maka, sambil melanjutkan kegiatan penindakan yang berkualitas, KPK perlu memberi prioritas pada sistem pencegahan korupsi.
"Cukuplah sudah KPK bertindak seperti polisi lalu lintas yang bersembunyi di semak-semak di tikungan jalan untuk mendapat tangkapan (OTT) pengendara yg melanggar rambu lalu lintas. KPK adalah burung Garuda yang mangsanya besar-besar. Bukan burung perkutut," ujarnya dalam keterangan resmi, Minggu (17/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, sudah saatnya KPK melakukan langkah-langkah besar dengan menangani pekerjaaan atau kasus-kasus korupsi besar yang tidak bisa diselesaikan atau dipecahkan di Kepolisian maupun di Kejaksaan.
"Kalau hanya mengandalkan OTT saja, ya kasihan negara ini. Ibarat menembak nyamuk pakai meriam," kata Bambang.
Bambang menyatakan, negara telah mengeluarkan dana yang sangat besar bagi gaji para penyidik, pimpinan dan pegawai KPK. Hal itu termasuk biaya operasional, tunjangan, fasilitas sarana dan prasarananya serta kewenangan yang luar biasa dibandingkan dengan dua institusi penegak hukum lain seperti Kepolisian dan Kejaksaan.
"OTT itu 'murah meriah'. Jadi, kalau KPK hanya menggelar OTT saja sebagai festivalisasi pemberantasan korupsi, tidak bisa dihindari adanya kesan KPK mau gampangnya saja karena hanya melakukan tindakan atau operasi 'murah meriah'," imbuhnya.
Lebih lanjut, ia menilai hal itu tidak akan akan memberi efek jera yang signifikan. Menurutnya, selama 15 tahun KPK berdiri, praktik-praktik koruptif semakin marak hampir di semua lini kehidupan bangsa.
KPK baru saja menangkap tangan Wali Kota Batu, Malang, Jawa Timur, Eddy Rumpoko dengan tuduhan menerima suap. Penangkapan tersebut, bermula dari pertemuan seorang pengusaha Filipus Djap dengan Kepala Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Kota (Pemkot) Batu Edi Setyawan.
Suap tersebut diduga terkait
fee proyek belanja modal dan mesin pengadaan meubelair di kantor Pemkot Batu tahun anggaran 2017 yang dimenangkan PT Dailbana Prima milik Filipus, dengan nilai proyek Rp5,26 miliar sebelum pajak.
"Kemudian, tim KPK mengamankan ketiganya bersama Y sopir Wali Kota Batu beserta uang Rp200 juta," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif pada konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta.
Lima orang diamankan KPK dalam OTT ini, yakni Eddy Rumpoko, Edi Setyawan, Filipus Djap, Zadim Efisiensi, dan sopir Eddy Rumpoko yang bernama Yunedi.
(gir)