Hakim Tunda Sidang Tuntutan Kasus Pungli Nelayan Pulau Pari

CNN Indonesia
Senin, 18 Sep 2017 21:06 WIB
Jaksa penuntut umum perkara pungutan liar yang diduga dilakukan tiga nelayan Pulau Pari belum menyiapkan draft tuntutan, akibatnya sidang ditunda.
Mastono (kanan) dan Bahrudin (kiri), dua dari tiga nelayan yang menjadi terdakwa kasus pungutan liar di Pulau Pari, Kepulauan Seribu. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menunda sidang dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap tiga orang nelayan Pulau Pari yang didakwa dengan tuduhan melakukan pungutan liar (pungli) di pulau tersebut.

Penundaan pembacaan tuntutan ini dilakukan lantaran Jaksa Penuntut Umum (JPU) belum siap dengan draf tuntutan yang harusnya diberikan hari ini. Sidang rencananya akan digelar kembali pekan depan.

"JPU-nya belum siap, jadi ditunda semuanya," kata Kuasa Hukum nelayan Pulau Pari, Tigor Hutapea saat ditemui CNNIndonesia.com setelah persidangan di Gedung PN Jakarta Utara, Jakarta, Senin (18/9).
Tigor mengaku kecewa dengan ketidaksiapan JPU atas tuntutan yang hingga kini belum selesai itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal terdakwa telah menunggu selama 3,5 bulan sejak persidangan pertama.

"Kurang lebih 14 kali sidang, tapi pas sudah mencapai akhir malah ditunda dengan alasan mereka belum siap," kata Tigor.

Ketidaksiapan ini dianggap Tigor karena JPU kebingungan menyampaikan tuntutannya.

Kata Tigor, dari delapan saksi yang pernah diundang ke persidangan, semuanya menyatakan kalau ketiga nelayan itu tidak bersalah dan terbukti tidak melakukan pungli.

Sementara itu, JPU enggan berkomentar tentang belum siapnya draf.

Pada 11 Maret silam, tiga nelayan Pulau Pari yakni Mustagfhirin alias Boby, Mastono alias Baok, dan Bahruddin alias Edi ditangkap Polres Kepulauan Seribu.
Mereka dituduh melakukan pungli dengan membebankan biaya sebesar Rp5.000 kepada wisatawan yang ingin masuk ke wilayah Pantai Pasir Perawan.

Kasus pungutan liar ini dinilai sebagian aktivis lingkungan, bagian dari kriminalisasi nelayan, mengingat selama ini warga sedang bersengketa lahan dengan PT Bumi Pari Asri. Perusahaan itu mengklaim memiliki 90 persen lahan di Pulau Pari.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER