Jakarta, CNN Indonesia -- Pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo soal pembelian 5.000 senjata oleh institusi dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo berujung kontroversial.
Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai, Gatot tidak sepatutnya membeberkan hal itu ke publik. Menurutnya, hasil laporan intelijen selalu bersifat rahasia, sehingga publik tidak berhak tahu terkait hal itu.
“Tidak elok mengomentari institusi lain di hadapan publik. Kalau pun ada problem yang perlu diselesaikan, sampaikan di forum yang tepat. Misalnya dalam sidang kabinet atau laporkan kepada presiden,” tutur Khairul kepada CNNIndonesia.com.
Khairul menyayangkan langkah yang ditempuh Gatot. Terlebih, informasi yang didapat dan telah dilontarkan kepada publik oleh Gatot juga dibantah oleh Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan Wiranto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wiranto menyangkal pernyataan Gatot. Dia menjelaskan, informasi yang benar yaitu pengadaan 500 pucuk senjata laras pendek buatan Pindad oleh Badan Intelijen Negara (BIN) untuk keperluan pendidikan intelijen.
"Saya sudah panggil Panglima TNI dan Polri. Ini hanya masalah komunikasi yang tidak tuntas terkait pembelian senjata itu. Setelah saya tanya, saya cek, ini adalah pembelian 500 pucuk senjata dari Pindad untuk sekolah intelijen," kata Wiranto.
Walaupun demikian, Gatot membenarkan rekaman suara yang beredar di masyarakat tentang institusi non-militer yang berencana membeli 5.000 senjata, adalah rekaman suara dirinya.
"Rekaman itu benar-benar omongan saya, 1.000 persen benar," ujar Gatot saat ditemui di Mabes TNI, Cilangkap, Minggu malam.
Soal ini Khairul mengkritik keras. Dia menuturkan seharusnya Panglima TNI punya informasi yang valid sebelum menyampaikan hal tertentu ke publik.
“Kalau sekelas panglima TNI ya, berani bicara seperti itu mestinya sudah mempunyai informasi yang cukup. Tapi kalau melihat kemarin kita harus pertanyakan validitas yang dia pegang,” kata Khairul.
Khairul mencatat, sikap kontroversi Gatot tersebut bukan hal yang baru. Dia menyoroti jenderal bintang empat itu telah beberapa kali mengusik hubungan baik lintas instansi yang turut berbuntut perdebatan di masyarakat.
Di samping soal senjata api untuk BIN, Khairul mengatakan Gatot juga pernah melontarkan pernyataan yang menyudutkan Kementerian Pertahanan, yakni perihal pembelian helikopter
 Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo kembali menuai kritik karena pernyataannya soal impor senjata. (CNN Indonesia/Feri Setyawan) |
Kontroversi LainnyaFebruari lalu, Gatot sempat menyebut ada peraturan yang membatasi kewenangannya sebagai panglima. Peraturan yang dimaksud Gatot yakni Peraturan Menteri Pertahanan (Permenhan) Nomor 28 Tahun 2015 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Pertahanan Negara.
Selain itu, Gatot juga sempat menekankan peran TNI yang menurutnya perlu dilibatkan dalam pemberantasan terorisme.
Pada Juni lalu, Gatot menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme harus segera direvisi dan TNI masuk dalam bagian undang-undang tersebut. Jika tidak, kata Gatot, teroris akan terus berpesta di Indonesia karena undang-undang yang ada memiliki banyak kelemahan.
Keinginan Gatot itu menjadi perdebatan lantaran dianggap berpotensi pada konflik kepentingan antarinstansi, karena sejauh ini, Polri yang memiliki peranan penuh atas penanggulangan terorisme di Indonesia.
“Itu kan sempat menimbulkan kegaduhan ya,” kata Khairul.
Gatot juga sempat mendesak Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu untuk lekas membeli pesawat tempur Sukhoi dan kapal selam Kelas Kilo. Hal itu disampaikan Gatot kepada Komisi I DPR yang bermitra dengan Kemenhan saat mengisi pembekalan ratusan calon perwira TNI di Mabes TNI, Cilangkap, Juli lalu.
Ryamizard kontan menanggapi desakan Gatot itu dengan mengatakan bahwa membeli Sukhoi tidak semudah membeli kacang goreng.
Selain mengusik hubungan baik dengan instansi lain, lanjut Khairul, Gatot juga pernah mengutarakan pernyataan yang menimbulkan keresahan di masyarakat.
Khairul memberi contoh yakni pada Juni lalu, ketika Gatot menyatakan ada beberapa daerah di Indonesia yang telah menjadi basis simpatisan Negara Islam Irak Suriah (ISIS). Menurut Khairul, langkah Gatot mengutarakan hal tersebut hanya menerbitkan rasa cemas di masyarakat.
“Sebesar apa pun ancaman, bagi seorang panglima yang negarawan, mestinya melakukan sikap untuk menenangkan masyarakat, bukan malah membuat cemas,” kata Khairul.
Pernyataan MengusikDirektur Eksekutif Imparsial, Al Araf menambahkan apa yang telah disampaikan Khairul. Senada, Araf menyatakan Gatot memang kerap mengusik hubungan baik antara TNI dengan instansi lainnya.
“Dalam relasi hubungan panglima dengan otoritas sipil, dalam hal ini presiden dan menteri pertahanan, itu sering kali menimbulkan konflik dan perbedaan pandangan dan ini jadi problem,” tutur Araf kepada CNNIndonesia.com.
Contoh sikap Gatot yang dimaksud Araf yakni ketika Panglima TNI itu membacakan sebuah puisi dalam Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar Mei lalu. Diketahui, kala itu Gatot membacakan puisi satire berjudul
Bukan Kami Punya karangan Denny JA.
Puisi itu sendiri berisi tentang kisah Jaka yang melihat kekayaan alam di sekelilingnya. Namun, Jaka sadar bahwa kekayaan tersebut bukan merupakan miliknya atau saudara sebangsanya.
Araf menilai tindakan Gatot itu dapat berpotensi mengganggu hubungan baik dengan instansi negara yang lain.
Selain itu, lanjut Araf, rencana Gatot yang berniat memutar film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI juga bisa disebut sebagai langkah yang mengusik hubungan lintas instansi, dalam hal ini Presiden Joko Widodo.
Menurut Araf, rencana Gatot tersebut bertentangan dengan misi Presiden Joko Widodo yang ingin menuntaskan masalah yang terjadi pada September 1965 silam itu secara lebih objektif.
“Ini kan problem dalam relasi antara panglima dengan Presiden (Joko Widodo). Dalam relasi kurang baik,” tutur Araf.
Araf menilai semua sikap kontroversi yang ditunjukkan Gatot itu mengandung nuansa politis.
Araf berharap Presiden Joko Widodo dan Komisi I DPR segera mengoreksi Gatot dengan tegas. Menurut Araf, poin terpenting yang menjadi bahan koreksi yakni sikap-sikap kontroversi Gatot sebagai Panglima TNI selama ini.
“Terakhir terkait soal senjata, juga soal ingin menyerbu pollisi kalau ingin membeli senjata antitank. itu tidak bisa dibenarkan,” kata Araf.
“Hal itu harus dikoreksi dengan tegas oleh Presiden dan DPR,” lanjutnya