Kehadiran Pimpinan KPK, Antara Dukungan Moril dan Intervensi

Feri Agus | CNN Indonesia
Kamis, 28 Sep 2017 11:32 WIB
Pimpinan KPK bergantian hadir di sidang praperadilan kasus Setya Novanto. Ada dua sisi yang menjadi sorotan: dukungan moril dan intervensi.
Ketua KPK Agus Rahardjo berada di tengah-tengah kerumunan penonton sidang praperadilan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka korupsi pengadaan e-KTP di PN Jaksel, belum lama ini. (CNN Indonesia/M. Andika Putra)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sidang Praperadilan kasus Ketua DPR Setya Novanto alias Setnov mendapat kawalan serius dari pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kehadiran pimpinan lembaga antikorupsi itu setidaknya dinilai punya dua arti: dukungan pada perjuangan tim KPK, atau tekanan kepada hakim.

Komisioner KPK Saut Situmorang menjadi pimpinan lembaga antikorupsi yang pertama hadir dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/9).


Saut mengaku, kedatangannya untuk memberikan dukungan langsung ke tim Biro Hukum KPK. Diharapkan, spirit pimpinan dapat ditularkan langsung ke anak buahnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sehari kemudian, Ketua KPK Agus Rahardjo menghadiri sidang tersebut, meski tak sampai selesai. Dia mengaku, kedatangannya untuk memotivasi Tim Biro Hukum KPK dalam menghadapi tim Kuasa Hukum Setya Novanto. Agus berharap, Hakim Praperadilan PN Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan yang dilayangkan Setnov.

Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setiadi bersalaman dengan Tim Kuasa Hukum Setya Novanto (Setnov).Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setiadi bersalaman dengan Tim Kuasa Hukum Setya Novanto. (CNN Indonesia/M Andika Putra)

Saat dikonfirmasi lewat pesan singkat, Saut mengatakan, dirinya dan empat pimpinan KPK lain sepakat bergantian hadir di rangkaian persidangan kasus tersebut hingga sidang putusan.

"Kami pimpinan sudah komitmen untuk hadir dan bagi kerja. Besok juga sampai putusan," kata Saut dikonfirmasi lewat pesan singkat, Rabu (27/9). Sidang putusan sendiri dijadwalkan digelar pada Jumat (29/9).


Kepala Biro Hukum KPK Setiadi menyebut, kehadiran pimpinan KPK pada persidangan membuktikan bahwa proses praperadilan itu tidak mudah. Ia pun mengakui bahwa kehadiran pimpinan itu sudah memberikan suntikan moral kepada tim yang energinya terkuras karena persidangan itu.

“Tidak segampang orang membalikan tangan. Perlu pengalaman, dan yang paling utama adalah dukungan secara moril kepada kami, sebagai bagian tim hukum, bersama Penyelidik dan Penyidik,” aku dia.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah berkata, pimpinan KPK pasti memantau jalannya sidang praperadilan yang diajukan setiap tersangka, termasuk Setnov.

"Kalau pemantauan itu dilakukan oleh semua pimpinan, tapi ada yang ingin melihat proses persidangan," ujarnya.

Menurutnya, kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP ini memang menjadi fokus KPK. Mengingat, kerugian negara dalam proyek Kementerian Dalam Negeri itu mencapai Rp2,3 triliun.

Ditambah, kata Febri, pihak-pihak yang diduga terlibat dalam proyek senilai Rp5,9 triliun itu menduduki posisi penting di institusi masing-masing. "Jadi tentu ini menjadi perhatian KPK," tuturnya.

Hakim tunggal Cepi Iskandar memimpin sidang lanjutan praperadilan Setya Novanto terhadap KPK terkait status tersangka atas kasus dugaan korupsi KTP elektronik.Hakim tunggal Cepi Iskandar memimpin sidang lanjutan praperadilan Setya Novanto. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Namun, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis punya pandangan berbeda. Menurutnya, ada indikasi bahwa pimpinan KPK hendak mempengaruhi psikologis hakim dengan kehadiranya.

"Hakim tidak boleh terpengaruh. Hakim harus berdiri sepenuhnya pada fakta yang ada dalam persidangan," kata Margarito, Rabu (27/9/2017).

Jikapun memang hadir di persidangan, Margarito mempermasalahkan posisi para pimpinan KPK itu yang duduk sebagai penonton. Sesuai aturan hukum, pimpinan KPK lah yang seharusnya duduk di kursi Termohon, bukan malah mengandalkan tim Biro Hukum KPK.

"Hakim jangan berpikir lain-lain, itu saja berdasarkan fakta. Sepenuhnya ada pada hakim," cetusnya.

Setya Novanto merupakan tersangka keempat dalam kasus e-KTP ini. Dia diduga bersama-sama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong mengatur proyek e-KTP dari awal perencanaan sampai proses pengadaan. Setnov dan Andi disebut mendapat jatah sebesar Rp574,2 miliar dari total nilai proyek e-KTP.


Penetapan tersangka itulah yang digugat oleh Setnov, yang juga Ketua Umum Partai Golkar, melalui sidang praperadilan ke Pengadilan Jakarta Selatan.

Di tengah proses hukum ini, Setnov jatuh sakit. Kini dia dirawat di RS Premier Jakarta, sehingga dua kali mangkir dari panggilan KPK.

Sejauh ini, KPK sudah menetapkan enam orang tersangka. Mereka di antaranya, Setnov, mantan dua pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto, Andi Narogong, anggota DPR dari Fraksi Golkar Markus Nari dan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sugihardjo. (arh/gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER