Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Eddy Mulyadi Soepardi mengaku pernah 'di-
bully' sejumlah menteri dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Perlakuan ini dialami karena dinilai terlalu sering memberikan opini kurang baik kepada sejumlah kementerian yang menterinya berasal dari PKB.
Hal ini diungkapkan jaksa penuntut umum saat membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Eddy dalam sidang kasus suap opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Kemendes terhadap auditor BPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (26/9).
Dalam BAP tersebut Eddy menyatakan auditor utama BPK Rochmadi Saptogiri yang menjadi tersangka dalam kasus ini melaporkan bahwa Kemendes mestinya mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Namun kemudian Anda mengatakan ‘Saya minta Ali Sadli (auditor BPK) jangan menurunkan opini karena ada moral of obligation’. Betul?” tanya jaksa.
“Iya betul,” jawab Eddy.
Moral yang dimaksud, lanjut jaksa, adalah ketika Eddy banyak memberikan opini kurang baik pada sejumlah menteri yang berasal dari PKB. Akibatnya ia mengaku di-
bully para menteri tersebut.
Sementara terkait hasil opini Kemendes diakui Eddy memang cukup sulit untuk memperoleh WTP. Sebab saat itu terdapat sejumlah nilai aset Kemendes yang belum klir.
“Iya itu betul, tapi saya tidak paham detailnya,” kata Eddy.
Kendati demikian Eddy saat itu telah menegaskan pada anak buahnya agar tak menerima apapun terkait perolehan opini apapun. Ia juga mengklaim tak berutang budi pada Kemendes.
“Saya berulang kali mengatakan saya tidak punya utang budi pada Kemendes yang saat itu dipimpin Marwan Jafar,” tuturnya.
Jaksa lantas menanyakan perihal temuan tak wajar dari hasil pemeriksaan laporan keuangan Kemendes sebesar Rp550 miliar. Eddy menyebut temuan tersebut masih terbilang wajar selama tidak menimbulkan kerugian keuangan negara.
“Kalau temuannya administratif dan bukan kerugian negara, tidak bisa dinilai kewajarannya. Hanya saja saat itu pertanggungjawabannya belum masuk,” ucapnya.