Pansus Sempit Memandang Sitaan KPK

CNN Indonesia
Kamis, 28 Sep 2017 02:26 WIB
KPK menempatkan sebagian sitaan di luar Rupbasan demi memangkas kerugian negara. Perawatan minim di Rupbasan membuat nilai sitaan menyusut.
Ilustrasi Logo KPK. (Foto: CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di luar hukum acara pidana. Namun, itu demi kepentingan negara yang lebih besar. Pansus Hak Angket DPR terhadap KPK yang mempersoalkannya dinilai cuma cari cara memojokkan KPK.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengakui, tak semua benda sitaan dari para tersangka korupsi dititipkan ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan). Jika semua benda sitaan dititipkan ke sana, kata dia, akan ada kendala untuk perawatannya.

"Tentang Rupbasan, sudah kami jelaskan bahwa dari koordinasi yang dilakukan justru masih ada kendala jika semua dititip di Rupbasan," kata Febri kepada CNNIndonesia.com, Selasa (26/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini ia katakan terkait Pansus Angket KPK yang mempermasalahkan penanganan benda sitaan KPK. Bahwa, KPK tak melaporkan dan menitipkan semua benda sitaan tindak pidana korupsi pada Rupbasan. Hal itu dianggap sebagai pelanggaran UU.


Febri melanjutkan, KPK telah membentuk unit khusus untuk mengelola benda sitaan dari para pihak terkait kasus korupsi yang ditangani, yakni unit Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi).

"Terkait dengan pengelolaan, KPK sudah melakukan dengan baik. Bahkan membentuk ada unit tersendiri yang mengurus hal tersebut," tuturnya.

Dihubungi terpisah, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Hibnu Nugroho menilai, langkah yang diambil KPK untuk mengelola benda sitaan sendiri sudah tepat. Meskipun, secara formal hal tersebut melanggar Undang-Undang.

"Saya melihatnya pandangan progresif itu. Suatu kebijakan yang patut diakui, walaupun melanggar undang-undang, tapi untuk kepentingan yang lebih besar," jelasnya.


Merujuk Pasal 44 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), disebutkan bahwa, "Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara."

Sementara, ada perbedaan antara Benda Sitaan dan Barang Rampasan, jika melihat Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 16 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara pada Rupbasan.

Benda sitaan adalah benda yang disita oleh negara untuk keperluan proses peradilan. Barang rampasan adalah benda sitaan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dinyatakan dirampas untuk negara.

Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Widodo Ekatjahjana (kiri) memeriksa mobil hasil sitaan KPK di gudang bersama Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (rupbasan) Jakarta Timur, Senin, 12 April 2016.Foto: CNN Indonesia/Safir Makki
Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Widodo Ekatjahjana (kiri) memeriksa mobil hasil sitaan KPK di gudang bersama Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (rupbasan) Jakarta Timur, Senin, 12 April 2016.

Hibnu melanjutkan, secara ideal penempatan setiap barang sitaan memang ditempatkan di Rupbasan, yang berada di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM.

Namun, kenyataannya tak semua Rupbasan memiliki tempat yang memadai dan anggaran yang cukup untuk merawat benda sitaan. Hibnu mengaku pernah melakukan penelitian tentang pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan hasil tindak pidana, termasuk korupsi. Salah satunya, di Rupbasan Jakarta Selatan.

"Sekarang pilih mana? Pilih rusak di tempat yang tidak pas atau (disimpan) di tempat yang memadai? nah itu kan pilihan. Saya kira pilihan yang bijak itu kalau kemarin KPK sampai menyewa tempat, biaya merawatnya juga cukup besar," terangnya.


Anggaran Perawatan Minim

Lantaran itulah, Hibnu mengkritik Pansus Angket KPK yang tak melihat secara komprehensif tentang masalah pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan kasus korupsi.

Menurutnya, seharusnya anggota dewan lebih menyoroti anggaran yang dimiliki Rupbasan yang sangat minim. Rupbasan Jakarta Selatan, yang juga mendapat penitipan benda sitaan dan barang rampasan KPK, misalnya, hanya mendapat dana Rp20 juta per tahun untuk perawatan barang-barang itu.

"Enggak akan cukup itu merawat sekian mobil. Rusak semua itu, kan sayang. Nanti dijual nggak laku," cetus dia.

Hibnu menduga, Pansus Angket KPK hanya ingin memojokkan KPK melalui pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan. Walaupun dalam prakteknya pengelolaan lembaga antirasuah itu lebih berpihak pada kepentingan yang lebih besar.

"Ini kan perlu tanggung jawab tersendiri, jangan sampai negara itu rugi dua kali. Rugi uangnya dikorupsi, sudah mendapat hasil sitaan karena negara tak sanggup merawat. Jadi rugi dua kali, rugi dua kuadrat," keluhnya.

Sementara itu, pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia Gandjar Laksmana mengaku heran dengan Pansus Angket KPK yang hanya mempermasalahkan benda sitaan KPK yang tak semua dititipkan ke Rupbasan.

Menurut Gandjar, lembaga penegak hukum lainnya, seperti Polri dan Kejaksaan Agung, juga tak semua menitipkan benda sitaan ke Rupbasan.

"Padahal bukan cuma KPK yang melakukan itu. Polri dan Kejaksaan pun tidak menyerahkan ke Rupbasan. Kenapa itu tidak dipermasalahkan?" cetusnya.

Menurutnya, ada sejumlah alasan kenapa KPK tak menitipkan semua benda sitaan ataupun barang rampasan ke Rupbasan. Diantaranya, karena untuk kepentingan Penyidikan atau pengembangan suatu perkara, dan kepentingan perawatan khusus yang tak bisa dipenuhi Rupbasan akibat faktor biaya.

"Sebagian barang bukti memang butuh perawatan khusus, tapi itu bukan alasan utama," kata dia.

Dihubungi terpisah, Kepala Rupbasan Jakarta Selatan Viverdi Anggoro mengakui bila pihaknya kekurangan anggaran untuk melakukan perawatan benda sitaan dan barang rampasan. Termasuk, sitaan yang merupakan titipan KPK.

"Jujur, tidak cukup sebetulnya. Anda bisa bayangkan memanaskan mesin (mobil sitaan) segala itu. Seperti yang saya bilang tadi, kalau KPK masih intens (terlibat). (Misalnya), kalau ada masalah dia datangkan montir," ungkap Viverdi.

Sejumlah benda sitaan KPK memang dititipkan di beberapa Rupbasan. Rupbasan Jakarta Selatan kebagian 63 unit mobil dan 34 unit motor; Rupbasan Jakarta Barat memiliki 16 mobil sitaan; Rupbasan Jakarta Pusat ada 55 barang, empat di antaranya adalah mesin, sisanya berupa kendaraan roda dua, roda empat atau lebih.

Sedangkan, Rupbasan Jakarta Utara mendapat titipan 14 unit mobil; Rupbasan Jakarta Timur mendapat 31 unit motor, yang semuanya merupakan milik mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.

Mobil hasil sitaan KPK di gudang bersama Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (rupbasan) Jakarta Timur, Senin, 12 April 2016. Total luas lahan rupbasan ini 3200 meter dengan tampungan 110 mobil dan 35 motor hasil sitaan KPK dan Kejaksaan. (CNN Indonesia/Safir Makki)Foto: CNN Indonesia/Safir Makki
Mobil hasil sitaan KPK di gudang bersama Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (rupbasan) Jakarta Timur, Senin, 12 April 2016. Total luas lahan rupbasan ini 3200 meter dengan tampungan 110 mobil dan 35 motor hasil sitaan KPK dan Kejaksaan. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Barang Sitaan Segera Dilelang

Hibnu menimpali, dirinya mendukung bila benda sitaan dari hasil tindak pidana bisa segera dilelang. Walaupun, perkaranya belum berkekuatan hukum tetap. Langkah tersebut perlu diambil agar nilai barang yang disita tidak terus menyusut jika terlalu lama disimpan.

Contoh barang-barang sitaan yang bisa segera dilelang antara lain, mobil, hewan ternak.

"Jadi ada analisis, barang-barang yang cepat rusak, harus ada terobosan baru. Saya inginkan seperti itu, ada alternatif penyelesaian benda sitaan untuk memaksimalkan kas negara dari hasil tindak pidana korupsi," tuturnya.

Aturan mengenai 'lelang dini' benda sitaan ini sudah diatur dalam KUHAP Pasal 45 ayat (1).

Bunyi pasal tersebut, yakni "Dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut
akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya."


KPK pernah melakukan lelang lebih awal terhadap benda sitaan dari perkara mantan Bupati Subang Ojang Sohandi, yakni 30 ekor sapi. Setelah mendapat persetujuan dari Ojang, 30 ekor sapi tersebut kemudian dilelang dan lalu dengan harga sekitar Rp900 juta.

Hibnu menyebut, khusus kasus korupsi, penegak hukum, baik KPK, Polri dan Kejaksaan memiliki kewajiban untuk mengembalikan kerugian negara. Karena itu, benda sitaan yang diduga terkait perkara korupsi harus dirawat dengan baik agar nilainya tak menyusut.

"Jangan sampai barang yang tadinya misalnya Rp80 juta itu begitu putusan dijual hanya laku Rp10 juta. Nah ini kan perlu adanya suatu inisiatif untuk merawat yang baik, menempatkan yang baik. Rupanya negara belum cukup mampu (karena anggaran minim)," tutup dia.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER