Jakarta, CNN Indonesia -- Lepasnya Ketua DPR Setya Novanto dari status Tersangka kasus e-KTP tak membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan datang ke Panitia Khusus angket DPR terhadap KPK.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, tidak menganggap Pansus Angket KPK di atas angin akibat putusan Praperadilan yang memenangkan Novanto.
Pihaknya hanya melihat rapat dengan Komisi III DPR sebagai satu-satunya jalur evaluasi yang sah dari Parlemen. Alhasil, lanjut dia, KPK tidak akan memenuhi panggilan bila langkah evaluasi tersebut dilakukan oleh Panitia Khusus (Pansus) Angket KPK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Tempat (evaluasi)-nya di Komisi III, bukan di tempat lain,” cetus dia, usai menjadi pembicara dalam diskusi Kajian Nalar Hukum Seri I Kanal Hukum Pemuda Lintas Agama ‘Darurat Korupsi dan Polemik Pansus KPK di Pura Aditya Jaya, Rawamangun, Jakarta, Sabtu (30/9).
Terlepas dari itu, ia tak alergi dengan mekanisme evaluasi pihak lain. Yang jelas, jalurnya sudah tersedia.
“Tidak apa-apa (evaluasi). KPK perlu
check and balances. Kami datang di Komisi III kemarin, ditelanjangin, dan ditanyain, itu sudah bagus,” ucap Saut.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai, dikabulkannya permohonan Praperadilan Novanto membuat Pansus Angket KPK semakin di atas angin.
Sebab, putusan itu semakin menguatkan hal yang telah diungkapkan oleh Pansus selama ini. Yakni, terkait dugaan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga antikorupsi itu.
"Pansus semakin di atas angin. Hakim kan telah membuktikan bahwa penetapan tersangka terhadap Setnov tidak sesuai prosedur dan membenarkan apa yang diungkap Pansus selama ini," kata Ujang.
Novanto memenangkan Sidang Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Jumat (29/9). Hakim Tunggal Praperadilan Cepi Iskandar memutus untuk menganulir status tersangka yang diberikan KPK kepada Novanto.
KPK menetapkan Setya sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP pada 17 Juli lalu. Dia diduga ikut mengatur agar anggota DPR menyetujui anggaran proyek e-KTP senilai RP5,9 triliun.
Setya juga disangkakan telah mengondisikan pemenang lelang dalam proyek menyebabkan kerugian negara Rp2,3 triliun.
Pada 4 September, Setya mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan. Gugatan itu terdaftar dalam nomor 97/Pid.Prap/2017/PN Jak.Sel.