Novanto Resmi Dicegah ke Luar Negeri Sampai April 2018

CNN Indonesia
Selasa, 03 Okt 2017 10:25 WIB
KPK memperpanjang pencegahan Ketua DPR Setya Novanto sebagai saksi kasus e-KTP. Ia juga masih mungkin ditetapkan kembali menjadi tersangka.
Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto (tengah) bersama Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid (kiri), dan Sekjen DPP Partai Golkar Idrus Marham (kanan) berbincang seusai memberikan keterangan pers terkait hasil rapat pleno tertutup di Kantor DPP Partai Golkar, Palmerah, Jakarta, Selasa (18/7). (Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi telah mengirimkan surat perpanjangan pencegahan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto alias Setnov untuk berpergian ke luar negeri hingga kurun waktu enam bulan ke depan, karena Setnov masih berstatus saksi, dan masih bisa dijerat kembali sebagai Tersangka dalam kasus e-KTP.

Surat perpanjangan pencegahan itu telah dikirim KPK ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM kemarin, 2 Oktober 2017.

"Sudah dicegah kemarin, surat sudah (dikirim)," kata Komisioner KPK Basaria Panjaitan, kepada CNNIndonesia.com, Selasa (3/10).
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi, Agung Sampurno membenarkan, pihak KPK telah mengirimkan surat perpanjangan pencegahan terhadap Novanto, yang juga Ketua Umum Partai Golkar itu, pada Senin (2/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Agung menyatakan, surat perpanjangan pencegahan itu ditandatangani oleh Ketua KPK Agus Rahardjo dan berlaku untuk enam bulan ke depan. Dengan demikian, masa pencegahan Setnov melancong ke luar negeri baru berakhir pada 2 April 2018.

"Pencekalan untuk enam bulan ke depan, jadi April (2018) jatuh temponya," kata Agung.

Menurut Agung, dalam surat tersebut tertulis pencegahan Setnov berpergian ke luar negeri masih terkait dengan kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP. Meski sudah tak berstatus tersangka, Setnov masih menjadi saksi dalam korupsi yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.

"Jadi sejak tanggal 2 Oktober bapak SN dicegah berpergian ke luar negeri atas permintaan KPK," tuturnya.

Setnov mengalahkan KPK lewat sidang praperadilan terkait penetapan tersangka dirinya dalam kasus korupsi e-KTP yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun. Hakim Cepi Iskandar menyebut penetapan Setnov sebagai tersangka tidak sah.

Namun Hakim Cepi tak mengabulkan permintaan agar mencabut surat pencegahan Setnov ke luar negeri.
Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah menyatakan, putusan tersebut tak lantas menggugurkan kewenangan Penyidik KPK untuk menetapkan kembali Novanto sebagai tersangka. Dalam putusannya, hakim Cepi mengabulkan permohonan Novanto karena menganggap penetapan Ketua DPR itu tidak sah sebagai tersangka.

Hal itu didasarkan pasal 2 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa putusan praperadilan yang mengabulkan permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka, tidak menggugurkan kewenangan penyidik untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka lagi setelah memenuhi minimal dua alat bukti baru.

Namun, itu harus dilakukan dengan alat bukti yang berbeda dengan alat bukti sebelumnya.

“Esensi praperadilan hanya menentukan keabsahan penetapan tersangka dan tidak menghilangkan perbuatan pidananya itu sendiri,” tutur Abdullah.

Setnov merupakan tersangka keempat dalam kasus korupsi proyek senilai Rp5,9 triliun. Status tersangka itu hilang menyusul putusan praperadilan, Jumat 29 September 2017. KPK kini tengah membahas untuk mengeluarkan surat perintah penyidikan yang baru.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER