Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly memastikan hukuman mati masih tetap berlaku dan mengkaji jenis vonis itu di tengah-tengah kontroversi yang menyelimutinya.
"Masih (berlaku) dan kita lagi cari
win-win solution," kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (10/10).
Menurut Yasonna, saat ini pemerintah berupaya mengambil posisi tengah dalam dua arus pendapat tentang hukuman mati. Salah satunya membuat hukuman mati menjadi hukuman alternatif yang masih dapat dikaji.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Contohnya, kata dia, jika ada terpidana mati telah menjalani hukuman selama sepuluh tahun dan berkelakuan baik, maka akan ada evaluasi dari hukuman tersebut.
"Itu jalan keluar yang kami ambil," kata Yasonna.
Yasonna menambahkan kasus suap kepada oknum hakim yang melanda beberapa waktu terakhir tidak menjadi alasan hukuman mati dihapuskan. Dia meminta semua pihak agar menunggu Rancangan Undang-undang Kitab Hukum Pidana yang tengah dibahas.
"Tunggu saja sampai kita sahkan kembali. Sudah dekat pengesahan RUU hukum pidana yang baru sudah dekat," ujarnya.
Sebelumnya, Institute Criminal for Justice Reform (ICJR) menyatakan tren peningkatan jumlah penuntutan hukuman mati di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Pada Januari—Juni 2016 terdapat 26 perkara tuntutan dan 17 putusan hukuman mati.
Jumlah ini meningkat menjadi 45 perkara tuntutan dan 33 putusan hukuman mati pada Juli 2016 hingga September 2017.
Terkait Kampanye PolitikTerpisah, Wakil Koordinator Bidang Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Putri Kanesia memprediksi eksekusi mati diprediksi menjadi bahan kampanye Pilkada 2018 dan Polres 2019.
Putri menilai praktik hukuman mati merupakan metode penghakiman yang paling kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia.
Jika hal itu terjadi pada 2018 dan 2019, kata dia, maka persoalan itu hanya dipakai untuk kepentingan dukungan politik semata.
(asa)