Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota I Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna menyangkal bahwa pihaknya dilarang mengaudit pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI di Kementerian Pertahanan.
"Menteri Pertahanan (Ryamizard Ryacudu) dan Panglima TNI (Jenderal Gatot Nurmantyo) tidak pernah menghalangi atau melarang melaksanakan pemeriksaan," ucap Agung, dalam konferensi pers di kantor BPK, Jakarta, Kamis (12/10).
Keterangan itu berbanding terbalik dengan pengakuan Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara, pada Selasa (10/10). Dia mengaku Ryamizard dan Gatot sempat melarang BPK mengaudit aset alutsista sebesar Rp23 triliun pada tahun lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agung melanjutkan, selama ini BPK telah memeriksa keuangan di Kementerian Pertahanan. Sepanjang 2007-2017, BPK telah mengaudit Kementerian Pertahanan sedikitnya 27 kali untuk 27 jenis pemeriksaan. Kegiatan itu mencakup pemeriksaan atas laporan keuangan, pemeriksaan dalam tujuan tertentu, dan pemeriksaan kinerja.
"Itu belum termasuk pemeriksaan yang dilaksanakan pada unit organisasinya," Agung menambahkan.
Selama proses audit itu, Agung mengaku bahwa BPK tidak pernah mendapat larangan dari TNI atau pun Kementerian Pertahanan. Hambatan sempat terjadi saat ingin memeriksa dokumen yang berkaitan dengan objek pemeriksaan. Akan tetapi, BPK tetap dapat menyelesaikan tugasnya tanpa meninggalkan satu hal pun yang harus diperiksa.
"(BPK) meyakinkan mereka (TNI dan Kemenhan) pula bahwa yang kami lakukan juga dalam rangka menjaga akuntabilitas," ujar Agung.
Kepala Biro Humas BPK Yudi Ramdha menambahkan bahwa BPK merupakan lembaga mandiri dan independen dalam menjalankan tugasnya. Dikatakan Yudi, BPK akan tetap bekerja meski ada pelarangan dari lembaga yang akan diperiksa sekali pun.
"Kita bisa melakukan apa pun. Pembatasan apa pun itu, tentunya tidak mungkin karena kita punya kewenangan untuk itu (memeriksa)," ucap Yudi di kantornya.