Jakarta, CNN Indonesia -- Selain menerima suap dan gratifikasi, auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rochmadi Saptogiri juga didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hasil gratifikasi senilai Rp3,5 miliar.
Rochmadi diduga mencuci uang hasil tindak pidananya untuk membeli aset berupa sebidang tanah.
"Terdakwa mengetahui uang yang digunakan untuk membelanjakan sebidang tanah bertujuan untuk menyamarkan asal usul harta kekayaannya," ujar jaksa Zaenal Abidin saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (18/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Uang itu digunakan Rochmadi untuk membeli sebidang tanah kavling seluas 329 meter persegi di Kebayoran Essence KE/1-15, Bintaro, Tangerang, Banten. Ia membelinya dari PT Jaya Real Property dalam kurun waktu 2014.
Jaksa mengatakan, pembayaran dilakukan secara bertahap, yakni sebesar Rp10 juta, Rp90 juta, Rp380 juta, Rp1 miliar, Rp1,690 miliar, dan Rp330 juta. Sehingga total dana yang untuk membeli tanah itu sebanyak Rp3,5 miliar yang diduga hasil gratifikasinya sebagai auditor BPK.
"Kemudian pada tahun 2016 terdakwa membangun rumah sebagai tempat tinggal di atas tanah tersebut dengan biaya sekitar Rp1,1 miliar," ucap jaksa.
Jaksa menyatakan, harta kekayaan senilai Rp3,5 miliar yang digunakan untuk membeli sebidang tanah tidak sebanding dengan penghasilan dan harta kekayaan Rochmadi.
Sesuai Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan Rochmadi sebelum menjabat sebagai auditor BPK, harta kekayaannya saat itu sebesar Rp2,4 miliar.
"Sehingga asal-usul perolehannya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sah karena menyimpang dari profil penghasilan terdakwa," katanya.
Selain membeli aset berupa sebidang tanah, Rochmadi juga didakwa melakukan TPPU dengan menerima satu unit mobil Honda Odyssey warna white orchid pearl yang berasal dari auditor BPK Ali Sadli.
Mobil tersebut, kata jaksa, merupakan permintaan dari Rochmadi sendiri dengan menggunakan identitas orang lain bernama Andhika Ariyanto. Pembayaran mobil dilakukan oleh Ali Sadli dengan transfer rekening secara bertahap sebesar Rp700 juta.
"Terdakwa mengetahui bahwa penerimaan satu unit mobil berasal dari asal usul perolehan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sah," tutur jaksa.
Atas perbuatannya, Rochmadi didakwa melanggar Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Sebelumnya, jaksa mendakwa Rochmadi menerima suap sebesar Rp240 juta untuk memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kemendes tahun anggaran 2016.
Ia juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp3,5 miliar sejak Desember 2014 hingga Januari 2015. Penerimaan gratifikasi ini tak pernah dilaporkan Rochmadi ke KPK sampai batas waktu 30 hari terhitung sejak tanggal gratifikasi itu diterima.