Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Jumat (27/10) pagi didatangi sejumlah warga gusuran Bukit Duri, Jakarta Selatan yang ingin berembuk langsung dengannya terkait ganti rugi dari Pemerintah Provinsi DKI. Hal ini usai
gugatan warga Bukit Diri dikabulkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Usai pertemuan dengan warga di Balai Kota DKI, Anies mengaku memiliki kesan dan cerita tersendiri pada mereka.
Anies Baswedan bercerita, pada 9 Januari 2017 lalu, ada seorang ibu bernama Saidah yang menghibahkan sehelai selendang kepadanya. Anies saat itu tengah mencalonkan diri untuk Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selendang itu penuh makna. Diberikan agar Anies bisa memikul 'beban' Jakarta menjadi lebih baik lagi.
"Waktu itu dia bilang, 'Pak Anies, ini selendang yang biasa saya pakai untuk gendong anak saya. Saya berikan selendang ini, tolong bapak gendong anak-anak kami di Jakarta'," ucap Anies meniru perkataan Saidah tempo hari.
Selendang itu masih membekas di bekas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu. Baginya, selendang tersebut bukan sekadar selendang biasa, tapi sebuah pengingat dari seorang warga yang rumahnya tergusur untuk mengingatkan seorang calon pemimpin seperti dirinya kala itu.
"Itu bukan titipan yang sederhana dan selendang itu selalu ada di mobil, tidak pernah saya bawa. (Selendang) itu terus jadi pengingat bagi saya bahwa ini adalah amanat dari seorang ibu di sebuah kampung yang jadi puing-puing," kata Anies.
Selain itu, Anies juga punya cerita lain dari Bukit Duri. Dia pernah mendengar dari seseorang ada kisah seorang anak yang lahir di saat penggusuran Bukit Duri berlangsung. Anak itu kemudian diberi nama 'Si Puing'.
Dari kisah itu dia kemudian menginginkan agar Jakarta menjadi kota yang lebih manusiawi, terutama dalam hal pendekatan dan komunikasi terhadap warga kurang mampu.
Karenanya, berdasar pengalaman itu, Anies mengapresiasi pihak-pihak yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membantu warga Bukit Duri dalam proses peradilan selama ini.
"Saya tadi sampaikan ucapan terima kasih kepada pengacara, pegiat sosial, pegiat lingkungan karena mereka memilih membantu, padahal tak ada perintah konstitusional," kata Anies.
Anies pun berjanji akan menyediakan waktu minggu depan untuk bertemu mereka secara khusus, membahas solusi penggusuran yang mencakup relokasi dan uang ganti rugi.
"Dari sisi kami, kami sedang siapkan aturan-aturannya, kemudian semua kerangka hukumnya disiapkan sehingga kalau lagi perundingan, kami tahu mana yang bisa, mana yang tidak," kata Anies.
Anies juga berharap agar diskusi dapat menguntungkan kedua pihak. Dengan begitu warga Bukit Duri bisa mendapatkan penghidupan yang baik.
"Memang saya sampaikan ke mereka, kita nanti akan duduk dan bicara merumuskan solusi bersama. Harapannya solusi yang sudah disiapkan bisa sama dengan ketentuan yang ada," kata Anies.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan perwakilan kelompok atau class action warga Bukit Duri terhadap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan sejumlah pihak tergugat lainnya yang melakukan penggusuran.
Putusan perkara bernomor 262/PDT.G/2016/PN.JKT.PST itu diketuk palu Ketua Majelis Hakim, Mas’ud, Rabu (25/10) lalu.
Dalam putusan itu, majelis hakim memerintahkan Pemprov DKI dan sejumlah pihak tergugat lainnya wajib membayar ganti rugi materiil masing-masing sebesar Rp200 juta kepada 93 warga di RW 10, 11, dan 12 Kecamatan Tebet, Bukit Duri, Jakarta Selatan.
Gugatan ini dilayangkan setelah kawasan pemukiman warga Bukit Duri di bantaran sungai Ciliwung ditertibkan Pemprov DKI Jakarta pada 2016 lalu. Penggusuran untuk normalisasi Ciliwung itu digugat karena Pemprov DKI tak memberi kompensasi ganti rugi kepada warga yang jadi korban penggusuran.