Polisi Dituntut Setop Pemidanaan Penyebar Meme Setya Novanto

CNN Indonesia
Jumat, 03 Nov 2017 08:02 WIB
SAFEnet menyatakan penyebaran kritik satire bukan kriminalisme sehingga polisi patut menyetop proses pemidanaan akun yang menyebar meme Setya Novanto.
Salah satu aksi teatrikal satire yang mengkritik Ketua DPR Setya Novanto dilakukan kelompok koalisi masyarakat antikorupsi di luar Gedung KPK, Jakarta, 18 Oktober 2017. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Aksi polisi melakukan penangkapan atas Dyan Kemala Arrizzqi di rumahnya, Tangerang, pada 31 Oktober lalu mengundang kritik dari pegiat jaringan kebebasan berekspresi, SAFEnet.

“Segera hentikan pemidanaan terhadap para penyebar meme Setya Novanto ini dan sebaiknya kuasa hukum Setya Novanto mencabut aduan karena dampak yang ditimbulkan dari pemidanaan ini akan merugikan banyak pihak,” demikian rilis SAFenet yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (2/11).

Dyan ditangkap polisi karena laporan tim kuasa hukum Ketua DPR, Setya Novanto, atas dugaan melakukan tindakan pencemaran nama baik melalui akun Instagram miliknya, @dazzlingdyann.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perempuan berusia 29 itu berstatus tersangka dengan jeratan pidana UU ITE karena tudingan mencemarkan nama baik Setnov lewat menyebarkan meme-meme sang ketua DPR.


Adapun meme yang dimaksud adalah meme satire yang mengkritik sang pimpinan lembaga tinggi negara itu dalam menghadapi kasus dugaan terlibat korupsi e-KTP. Setya Novanto sempat ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK, namun batal berkat keputusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam perjalanannya, Setnov mangkir pemeriksaan KPK dengan alasan sakit hingga harus dirawat intensif di rumah sakit di Jakarta.

Koordinator SAFEnet, Damar Juniarto, mengatakan polisi sebaiknya tak terlalu terburu-buru memproses pidana penyebar meme satire Setnov. Selain akun Dyann, kuasa hukum Setnov melaporkan total 32 akun media sosial yang tersebar di Instagram, Twitter, dan Facebook ke Ditsiber Bareskrim Polri pada 10 Oktober 2017.

SAFEnet berbharap polisi menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dengan mendorong mediasi para pihak untuk mengklarifikasi sebagai upaya penyelesaian, mengingat kasus pemidanaan defamasi seharusnya adalah upaya hukum terakhir (ultimum remedium).

“Sudahkah kesempatan klarifikasi tersebut diberikan kepada mereka yang disangkakan melakukan pencemaran nama baik? Sudahkah diupayakan mediasi sebelum menempuh jalur pemidanaan?” ujar Damar.

[Gambas:Video CNN]


Selain itu, penyebaran meme Setnov yang terjadi pada September 2017 itu pun dituntut untuk dipahami konteksnya.

“Penyebaran tersebut tidak bisa dilepaskan dari konteksnya yaitu kegeraman masyarakat luas atas proses pemeriksaan kasus mega korupsi e-KTP yang diduga melibatkan diri Setya Novanto. Alih-alih memenuhi panggilan pemeriksaan, Setya Novanto secara tiba-tiba sakit dan mangkir dari panggilan,” tutur Damar.

“Lalu tidak lama kemudian muncul meme tersebut yang merupakan reaksi spontan masyarakat sehingga tidak bisa dikatakan sebagai bentuk penghinaan yang dilakukan dengan sengaja, apalagi digerakkan secara sepihak.”

Upaya pelapor yang lalu diamini polisi dalam memisahkan teks dengan konteks dalam kasus penyebaran meme ini dinilai membuat pokok persoalan hukum menjadi timpang dan tidak menyentuh akar masalah korupsi.


SAFEnet: Polisi Harus Setop Pemidanaan Penyebar Meme SetnovSalah satu poster bermuatan pesan satire terhadap Ketua DPR Setya Novanto di pamerkan aktivis antikorupsi di depan Gedung KPK pada 14 September 2017.(CNN Indonesia/Andry Novelino)

SAFEnet lalu mendesak agar polisi memberikan proses hukum yang layak pada mereka yang dilaporkan karena dugaan tindak pidana pencemaran nama baik. Adapun proses yang dimaksud seharusnya dilalui lewat proses pengiriman surat panggilan dan klarifikasi di depan penyidik sebelum ditetapkan sebagai tersangka.

“Penangkapan yang sah mensyaratkan banyak hal yaitu terpenuhinya alat bukti permulaan yang cukup, penangkapan dilakukan karena yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan polisi. Berpijak pada landasan hukum yang di dalam pasal defamasi sesuai UU No. 19 Tahun 2016 telah turun ancaman pidananya menjadi 4 tahun dan atau denda Rp 750 juta sehingga sesuai hukum acara tidak boleh dilakukan penangkapan,” tutur Damar.


“Lalu bila dilakukan penahanan dari penyidik polisi, maka harus memenuhi syarat penahanan subyektif sesuai Pasal 21 ayat (1) KUHAP artinya terdakwa bisa ditahan apabila penyidik menilai atau khawatir tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana.”

Atas dasar itu, SAFEnet pun menilai penangkapan serta penahanan terhadap Dyann, dan ancaman serupa terhadap penyebar lainnya meme tersebut adalah tindakan sewenang-wenang polisi yang merenggut hak asasi seseorang sehingga pantas dikecam.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER