Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak mau menanggapi tudingan pembocoran Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang ditujukan kepada Ketua DPR Setya Novanto. Surat tertanggal 3 November 2017 itu tersebar di kalangan wartawan sejak kemarin.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, KPK hanya mengeluarkan satu lembar SPDP kepada pihak-pihak yang terkait. Ketika ada surat yang tersebar ke sejumlah pihak, maka hal itu di luar kontrol KPK.
"Ketika ada SPDP dalam sebuah perkara keluar dari KPK, hanya satu lembar kami terbitkan. Tentu saja tidak bisa kontrol lagi surat tersebut," tutur Febri di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Febri menyebut, penyerahan SPDP kepada pihak-pihak terkait, termasuk tersangka merupakan kewajiban bagi KPK. SPDP tersebut wajib diserahkan maksimal tujuh hari setelah ada penetapan tersangka.
"Ada kewajiban penyidik menyampaikan SPDP kepada tersangka, pihak korban atau pihak pelapor terkait tindak pidana lain," ujarnya.
Namun, saat disinggung yang sengaja menyebarkan SPDP tersebut adalah pihak yang tertulis dalam surat itu, Febri enggan menanggapinya lebih lanjut. Dia mengaku tak tahu menahu soal beredarnya SPDP dalam bentuk foto di kalangan wartawan.
"Yang bisa saya sampaikan seperti tadi prosedurnya. Terkait sumber dari mana tentu saja kami tidak tahu," kata dia.
Adapun dalam surat SPDP yang beredar di kalangan wartawan dan dilihat CNNIndonesia.com, tercantum nama Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP. Penetapan tersangka tersebut berdasarkan sprindik Nomor: Sprin.Dik-113/01/10/2017 tanggal 31 Oktober 2017.
Di satu sisi, Febri membenarkan, KPK telah mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) dengan seorang tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi e-KTP. Sprindik itu dikeluarkan pada akhir Oktober 2017.
Namun, dia belum mau menyampaikan identitas tersangka baru dalam kasus korupsi yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun tersebut.
(osc/sur)