Pengacara Duga Ada Manuver di Balik Surat Penyidikan Setnov

Abi Sarwanto | CNN Indonesia
Selasa, 07 Nov 2017 21:47 WIB
Kuasa Hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi menduga manuver itu berupaya membuat kegaduhan dengan menyebarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Kuasa Hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi menduga manuver itu berupaya membuat kegaduhan dengan menyebarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas nama Ketua DPR Setya Novanto yang tersebar di kalangan awak media, disebut sebagai upaya untuk membenturkan antara pihak kuasa hukum dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kuasa Hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi menduga manuver itu berupaya membuat kegaduhan dengan cara menyebarkan SPDP tersebut.

"Ini adalah upaya melemparkan batu pada kolam air, ingin mengakibatkan seolah-olah ada kegaduhan dalam masyarakat," ujar Fredrich di kantornya, Jakarta, Selasa (7/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hingga kini, Fredrich mengatakan, pihaknya belum menerima SPDP dari KPK. Hal itu juga sudah dikonfirmasi langsung ke Novanto, bahwa kliennya belum menerima SPDP dimaksud.


"Sehingga apa yang diedarkan itu saya berasumsi itu enggak benar, itu hoax," kata Fredrich.

Fredrich menilai, pengumuman status tersangka Novanto hanya dapat dilakukan melalui juru bicara KPK. Selain itu, pihak lain seperti level direktur atau deputi dianggap tidak berwenang.

Fredrich pun berterima kasih kepada Jubir KPK Febri Diansyah yang telah mengklarifikasi bahwa hingga kini belum ada SPDP atas nama Novanto.

"Karena jubir telah resmi menyatakan di depan pers. Itu pegangan saya. Makanya saya terima kasih dia telah meluruskan yang heboh," ujarnya.


Meski demikian, Fredrich mengancam akan memproses hukum pihak KPK jika tetap mengeluarkan SPDP atau surat perintah penyidikan (sprindik) terhadap kliennya.

Jika itu terjadi, pihaknya berencana akan menggunakan empat pasal sekaligus kepada KPK, yakni Pasal 216, 421, 414 KUHP, dan Pasal 23 UU Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Saya sudah bilang berulang kali, coba sentuh saya hajar, maksudnya, saya lapor polisi. Polisi kita hebat kok, kita kan hukum yang kita jalankan," katanya.

Pengacara Duga Ada Manuver Dibalik Keluarnya SPDP SetnovJuru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, KPK hanya mengeluarkan satu lembar SPDP kepada pihak-pihak yang terkait. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Untuk itu, Fredrich meminta, KPK agar jika menerbitkan SPDP atau sprindik, maupun surat panggilan terhadap kliennya, maka harus ke dirinya selaku kuasa hukum Novanto.

"Tapi adalah hak saya untuk defend, mungkin saya ajukan praperadilan saya bisa pidanakan mereka, kalau perlu bisa saya bawa ke pengadilan internasional," ujarnya.

Sebab, Fredrich menduga ada upaya pelanggaran HAM terhadap Novanto melalui proses hukum di KPK, seperti upaya pencegahan di antara tersangka dan saksi dalam kasus dugaan korupsi e-KTP. "Ini berarti kan sentimen pribadi, ada permainan politik," katanya.

KPK sebelumnya tak mau menanggapi tudingan pembocoran SPDP yang ditujukan kepada Novanto. SPDP tertanggal 3 November 2017 itu tersebar di kalangan wartawan sejak kemarin.


Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, KPK hanya mengeluarkan satu lembar SPDP kepada pihak-pihak yang terkait. Ketika ada surat yang tersebar ke sejumlah pihak, maka hal itu di luar kontrol KPK.

"Ketika ada SPDP dalam sebuah perkara keluar dari KPK, hanya satu lembar kami terbitkan. Tentu saja tidak bisa kontrol lagi surat tersebut," tutur Febri di Gedung KPK, Jakarta. (pmg/osc)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER