Kasus BLBI, Mantan Kepala BPPN Ary Suta Diperiksa KPK

Feri Agus | CNN Indonesia
Kamis, 09 Nov 2017 12:47 WIB
KPK memanggil Kepala BPPN I Putu Gede Ary Suta dan mantan Presiden Komisaris PT Gajah Tunggal Tbk, Mulyati Gozali untuk diperiksa dalam kasus BLBI.
Mantan Ketua BPPN I Putu Gede Ary Suta memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa terkait korupsi BLBI. (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Sjamsul Nursalim, pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).

Kali ini, penyidik lembaga antirasuah memanggil mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) I Putu Gede Ary Suta dan mantan Presiden Komisaris PT Gajah Tunggal Tbk, Mulyati Gozali.

Keterangan Ary Suta dan Mulyati akan digunakan penyidik KPK untuk melengkapi berkas perkara tersangka, mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mereka berdua diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung)," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (9/11).

Ary Suta memenuhi panggilan penyidik KPK. Dia datang sekitar pukul 09.55 WIB. Mengenakan kemeja batik berwarna gelap, Ary Suta tampak sudah berada di lobi markas pemberantasan korupsi.

Sementara itu, Mulyati belum diketahui kedatangannya. Perempuan yang kini memimpin PT Sababay Industry, sebuah perusahaan wine yang berpusat di Bali, pernah dipanggil pada pertengahan Mei dan Juni 2017 lalu.


Ary Suta juga sudah pernah diperiksa penyidik KPK pada pertengahan Juni 2017. Namun usai diperiksa, pendiri Ary Suta Center itu enggan bicara banyak terkait pemeriksaan sebagai saksi untuk Syafruddin Temenggung.

"Dulu kan (saya) Ketua BPPN jadi ditanya soal BPPN. Penugasan yang pernah saya lakukan apa, itu saja," ujar Ary usai diperiksa Kamis (15/6).

Dalam kasus ini, Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham BDNI, masih memiliki kewajiban sebesar Rp4,8 triliun atas kucuran dana BLBI, saat Indonesia dilanda krisis ekonomi sekitar tahun 1997.

Dari total tagihan itu, Sjamsul Nursalim baru menyerahkan Rp1,1 triliun yang ditagihkan kepada petani tambak. Sementara, sisanya Rp3,7 triliun tak dilakukan pembahasan dalam proses restukturisasi BPPN, dan tak ditagihkan kepada Sjamsul Nursalim.

Setelah aset yang diklaim Sjamsul Nursalim sebesar Rp1,1 triliun dilelang PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA), ternyata aset tersebut hanya bernilai Rp220 miliar. Berdasarkan audit investigatif BPK, kerugian negara dalam penerbitan SKL BLBI kepada Sjamsul Nursalim mencapai Rp4,58 triliun.

(ugo/djm)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER