Saut KPK Berharap Pintu Tobat Setya Novanto Segera Terketuk

M Andika Putra | CNN Indonesia
Senin, 13 Nov 2017 14:36 WIB
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang berharap Setya Novanto bisa bersikap kooperatif menjadi saksi dalam lanjutan penyidikan kasus korupsi e-KTP.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang berharap Setya Novanto bisa bersikap kooperatif menjadi saksi dalam lanjutan penyidikan kasus korupsi e-KTP. (CNN Indonesia/Hesti Rika Pratiwi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyatakan pemanggilan Setya Novanto sebagai saksi kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) tidak memerlukan izin dari Presiden RI Joko Widodo.

“Itu tidak perlu (izin presiden),” kata Saut di Universitas Indonesia, Depok, Senin (13/11).

Setya Novanto hari ini kembali mangkir dari panggilan KPK. Novanto tak mau hadir karena KPK belum mendapat izin dari Presiden Jokowi. Dia saat ini sedang dalam kunjungan kerja ke Kupang, Nusa Tenggara Timur yang menjadi daerah tempat dia terpilih menjadi wakil rakyat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saut enggan berandai-andai kapan KPK akan memanggil Setya Novanto secara paksa. Dia berharap Setya Novanto mendapat hidayah dan disadarkan agar bisa kooperatif dengan penyidik KPK.

“Siapa tahu besok kemudian tiba-tiba dia, Allah bekerja sama dia, sadar, datang, mengakui, kan lebih bagus begitu kan. Jangan andai-andai dulu lah, setiap orang punya pintu tobatnya kok,” kata Saut.


Hari ini adalah panggilan ketiga dari KPK terhadap Setya Novanto untuk menjadi saksi tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo dalam lanjutan penyidikan kasus korupsi e-KTP. Novanto selaku mantan Ketua Fraksi Golkar di DPR diduga mengetahui peran Anang dalam proyek senilai Rp5,9 triliun itu.

Pada panggilan pertama dua pekan lalu, Setya Novanto mangkir dengan alasan tengah turun ke konstituen di masa reses DPR.

Kemudian pada panggilan kedua pekan lalu, Setya Novanto berdalih KPK harus memiliki izin dari presiden untuk memanggilnya. Kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi menyebut hal itu merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XII/2014.


Putusan MK yang dimaksud Fredrich adalah soal uji materi Undang-Undang Nomor 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

Fredrich mengatakan, Pasal 245 Ayat 1 UU MD3 yang sudah diuji materi oleh MK mensyaratkan pemeriksaan anggota DPR harus seizin Presiden.

Namun dia tak menyinggung Pasal 245 Ayat 3 yang menyatakan bahwa ketentuan Ayat 1 tidak berlaku apabila anggota DPR melakukan tindak pidana khusus, termasuk korupsi.

(gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER