Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah organisasi di bawah naungan Partai Golkar meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengabaikan desakan publik untuk menghentikan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana yang dilakukan dua pemimpin KPK Agus Rahardjo dan Saut Situmorang.
Ketua Harian Pengurus Pusat Angkatan Muda Partai Golkar (PP AMPG) Mustafa M Radja mengatakan, Polri harus tetap melanjutkan proses penyidikan kasus yang bermula dari laporan tim kuasa hukum Ketua DPR RI Setya Novanto tersebut tanpa ragu-ragu.
Menurutnya, publik tidak bisa mengintervensi proses hukum yang tengah berjalan, apalagi sampai meminta Presiden Joko Widodo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Tidak boleh ada kelompok lain yang katakan Polri harus menghentikan ini. Sepanjang ada bukti, kami dukung Polri untuk terus memproses,” kata Mustafa, di Markas Besar Polri, Jakarta, Senin (13/11).
Permintaan ini sebenarnya hendak disampaikan Mustafa bersama sejumlah oraganisasi sayap Partai Golkar lainnya secara langsung kepada Kapolri Jenderal Tito Karmavian.
Namun, sejak pukul 9.30 WIB Tito tengah menghadiri persiapan Upacara Perayaan Hari Ulang Tahun ke-72 Korps Brigade Mobil (Brimob) Polri yang digelar di Ambon, Maluku.
Lebih jauh, Mustafa menyebut, pihaknya bersama sejumlah organisasi kepemudaan akan terus mendorong Polri agar tidak ragu melakukan proses penyidikan terhadap Saut dan Agus.
“Kami minta polisi jangan ragu melanjutkannya,” tuturnya.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Ketua KPK Agus Rahardjo dilaporkan Sandy Kurniawan, salah satu anggota tim kuasa hukum Setya Novanto, ke polisi atas dugaan membuat surat palsu, pada 9 Oktober lalu.
Pada 7 November, kepolisian meningkatkan status kasus tersebut menjadi penyidikan lewat Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) bernomor B/263/XI/2017/Dittipidum.
Dalam SPDP kasus Agus-Saut yang ditandatangani Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Brigjen Herry Rudolf Nahak itu, Penyidik disebut telah menemukan dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau Pasal 421 KUHP.
(arh/djm)