Kuasa Hukum Bantah Setya Novanto Berlindung di Balik Jokowi

Feri Agus | CNN Indonesia
Rabu, 15 Nov 2017 20:04 WIB
Kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi membantah pihaknya berlindung di belakang Presiden Jokowi dalam proses hukum yang tengah dilakukan KPK.
KPK dinilai melanggar konstitusi jika nekad menjemput paksa Setya Novanto dalam pemeriksaan kasus korupsi e-KTP. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum Ketua DPR Setya Novanto, Fredrich Yunadi membantah pihaknya berlindung di belakang Presiden Joko Widodo dalam proses hukum yang tengah dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pengusutan kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP.

Menurut dia, justru Presiden Jokowi yang memiliki kewajiban melindungi Setnov dengan merujuk Pasal 245 (1) Undang-undang Nomor Undang-Undang Nomor Nomor 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

"Sama sekali bukan (berlindung di belakang Jokowi) dong. Itu kewajiban presiden sebagai kepala negara. Dia harus tahu, mengerti keluh kesah apa yang terjadi di masyarakat," kata Fredrich saat dihubungi lewat sambungan telepon, Rabu (15/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Fredrich mengatakan, sebagai kepala negara yang terkenal suka turun ke bawah untuk mendengar langsung keluh kesah rakyatnya, Jokowi sudah selayaknya mendengar permasalahan yang dihadapi Setnov.

"Beliau kan suka mendengar keluhan dari rakyat. Sekarang saya tanya, Pak SN itu rakyat atau bukan? Beliau kan rakyat juga, sebagai kepala parlemen," tuturnya.

Selain harus ada izin tertulis Presiden, Fredrich menyebut KPK tak bisa memeriksa kliennya lantaran memiliki hak imunitas sebagai anggota dewan. Hak imunitas anggota DPR tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Menurut Fredrich, jika KPK memaksa memanggil kliennya dalam kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP, maka lembaga yang kini dipimpin Agus Rahardjo cs itu telah mencoba melawan Konstitusi.

"Kan harus tahu anggota dewan termasuk beliau ketua dewan mempunyai hak imunitas, yang tertera dalam UUD 45, dan UUD 45 tiada seorang pun bisa melawan termasuk presiden. Kalau sekarang KPK melawan, berati dia melakukan kudeta," ujarnya.


Fredrich menambahkan, Presiden Jokowi memiliki tanggung jawab menjaga konstitusi negara.

"Sekarang untuk menjaga konstitusi itu merupakan tanggung jawab siapa? Kan juga presiden dong. Kan presiden dipercaya oleh rakyat. Atas nama konstitusi namanya diangkat sebagai kepala negara. Nah kalau kita tidak melapor ke beliau, saya melapor ke siapa?" kata dia.

Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan bahwa pihaknya tak memerlukan izin Presiden untuk memeriksa Setnov lantaran ada pengecualian pada Pasal 245 ayat (3) UU MD3.

Selain itu, menurut Febri, hak imunitas yang dipakai kuasa hukum Setnov sebagai salah satu alasan menghindari pemeriksaan KPK tak beralasan.

Febri menyebut hak imunitas anggota DPR yang tertuang dalam UUD 1945 dan UU MD3 itu terbatas pada pelaksanaan tugas anggota dewan.

"Jelas sekali, pengaturan hak imunitas terbatas untuk melindungi anggota DPR yang menjalankan tugas. Tentu hal itu tidak berlaku dalam hal ada dugaan tindak pidana korupsi," kata dia.


Febri mengingatkan jangan sampai hak imunitas yang digunakan kuasa hukum Setnov untuk tidak memenuhi panggilan penyidik KPK dimaknai bahwa anggota DPR kebal hukum.

Setnov sudah empat kali mangkir dari panggilan penyidik KPK, tiga kali sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, dan satu kali selaku tersangka korupsi e-KTP, yang dijadwalkan diperiksa hari ini.

Setnov ditetapkan sebagai tersangka korupsi e-KTP untuk kedua kalinya oleh KPK berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) tertanggal 31 Oktober 2017. Dia diduga menyalahgunakan kewenangannya sehingga negara disinyalir dirugikan hingga Rp2,3 triliun. (wis/gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER