MK Tolak Gugatan Korban Gusuran Pemprov DKI

Bimo Wiwoho | CNN Indonesia
Selasa, 28 Nov 2017 15:33 WIB
Mahkamah Konstitusi menolak gugatan atas Perppu nomor 51 tahun 1960 yang diajukan korban penggusuran di DKI Jakarta.
Ilustrasi Mahkamah Konstitusi.(CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Konstitusi menolak gugatan sejumlah korban penggusuran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Korban penggusuran itu, mengajukan gugatan tentang legalitas penggusuran seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya.

Putusan MK tersebut membuat pemerintah daerah tingkat Kabupaten, Kota, hingga Provinsi tetap diperkenankan melakukan penggusuran terhadap warga yang terbukti menempati tanah tanpa memiliki izin.

"Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," ucap Hakim Ketua Anwar Usman saat membacakan putusan bernomor 96/PUU-XIV/2016 dalam sidang di ruang sidang MK, Jakarta, Selasa (28/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gugatan atas Peraturan larangan pemakaian tanah tanpa izin itu, diajukan oleh tiga orang warga korban gusuran. Rojiyanto, korban penggusuran paksa di wilayah Papanggo, Jakarta Utara 2008; Mansur Daud dan Rando Tanadi korban penggusuran paksa di wilayah Duri Kepa, Jakarta Barat.

Mereka menilai Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 51 tahun 1960 itu bertentangan dengan UUD 1945. Mereka berpendapat, suatu negara atau pemerintah daerah yang ingin membangun kehidupan yang lebih nyaman untuk masyarakat dengan mengorbankan atau menghancurkan kehidupan orang miskin merupakan suatu kejahatan.

Namun, menurut hakim konstitusi, pemerintah daerah berwenang untuk melindungi hak pemilik lahan dari perbuatan menguasai pihak lain secara melawan hukum.
Penggusuran kawasan hunian yang dilakukan atas dasar Perpu No. 51 tahun 1960, menurut MK, tidak bertentangan dengan UUD 1945.

"Merupakan tindakan negara/pemerintah untuk tidak melakukan pembiaran adanya penyerobotan hak atas tanah yang mengakibatkan ketidaktertiban dalam masyarakat," ucap Anwar.

Anwar melanjutkan, masyarakat harus memperhatikan instrumen hukum yang sudah ada. Jangan sampai menyerobot tanah tanpa seizin yang berhak atau kuasanya.

Namun, hakim meminta agar langkah penggusuran tetap harus dijadikan opsi terakhir oleh pemerintah daerah dalam setiap upaya penertiban paramenyerobot lahan.

Pemerintah harus memberi tenggang waktu kepada warga untuk mengosongkan lahan yang dihuninya terlebih dahulu, sebelum menggusur.

Pemerintah juga perlu mengedepankan langkah persuasif dengan menawarkan kompensasi atau relokasi kepada warga.

Kompensasi dan relokasi terutama ditawarkan kepada mereka yang telah tinggal lama secara turun-temurun serta menjalankan kewajiban yang dibebankan oleh negara, misalnya membayar pajak bumi dan bangunan

"Artinya pemerintah tidak secara langsung membongkar paksa rumah atau tanah yang dihuninya," ucap Anwar.
(ugo/gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER