Jakarta, CNN Indonesia -- Mengenakan kemeja putih dengan balutan jaket hitam, sembari membawa tas selempang, Andi Agustinus alias Andi Narogong memasuki ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (30/11).
Kemarin, pengusaha yang memiliki sekitar 13 perusahaan itu diperiksa selaku terdakwa korupsi proyek pengadaan e-KTP. Andi duduk di kursi yang berada di tengah antara majelis hakim, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi dan tim penasihat hukumnya.
Dia dikorek keterangannya setelah para saksi dan ahli, baik yang dihadirkan tim jaksa penuntut KPK maupun penasihat hukum diperiksa. Tak seperti biasanya, Andi mulai terbuka menjawab pertanyaan yang diajukan majelis hakim maupun tim penuntut KPK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Satu per satu pertanyaan hakim dan jaksa penuntut KPK dijawab oleh Andi dengan lancar. Dia mengungkap sejumlah peran pihak-pihak dalam proyek yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu.
Menurut Andi, sejak awal perencanaan proyek e-KTP, mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman, mematok penggarap wajib setor upeti sebesar 10 persen dari nilai proyek.
Jatah dari proyek senilai Rp5,9 triliun itu akan dibagi-bagikan ke pejabat Kementerian Dalam Negeri dan anggota DPR, masing-masing 5 persen.
Irman disebut Andi sebagai kunci proyek milik Kementerian Dalam Negeri. Selain Irman, ada pula adik kandung Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Azmin Aulia.
Azmin disebut Andi punya 'power' dalam proyek yang digarap kementerian sang kakak. Andi menyatakan, Azmin mendapatkan ruko di kawasan Grand Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dari Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tanos.
Kemudian Andi menyebut Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto membantu dalam urusan anggaran proyek e-KTP di DPR. Mereka bertiga punya peran masing-masing.
"Jadi kemenangan e-KTP kuncinya ada di Pak Irman dan pejabat Depdagri (Kementerian Dalam Negeri), pada Azmin Aulia saya melihat demikian. Kalau Pak Novanto membantu anggaran," tutur Andi dalam sidang.
Andi sedikit menggambarkan peran ketiganya dalam pelaksanaan proyek tersebut.
 Setya Novanto mengenakan rompi tahanan KPK. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay) |
Andi mengaku, di tengah proses lelang proyek e-KTP, Irman sempat mempertemukan dirinya dengan anggota Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia. Dalam pertemuan itu Irman menyebut jatah 10 persen dan meminta uang operasional kepada dirinya.
Irman pun disampaikan Andi, pernah marah-marah hingga melempar piring ketika tahu dirinya menceritakan kepada Paulus tentang rencana Irman tak memenangkan Konsorsium PNRI. Perusahaan Paulus PT Sandipala masuk dalam konsorsium tersangka.
Menurut Andi, Irman marah besar setelah Azmin menegurnya soal rencana mengalahkan Konsorsium PNRI dalam lelang proyek e-KTP.
"Makanya saya dimaki-maki dilempar piring, Irman marah besar, kenapa kasih tahu Paulus, karena dia (Irman) ditegur Azmin," ujar Andi.
Andi dan Konsorsium PNRI akhirnya tetap dimenangkan dan berhak menggarap proyek tersebut. Namun, kata Andi, Irman tetap mempersulit pengerjaan proyek e-KTP dengan tidak memberikan modal awal.
Dari situ, sekitar November 2011, Andi mengaku diajak oleh Paulus bertemu dengan Ketua DPR Setya Novanto di rumahnya.
Pertemuan tersebut juga diikuti Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo dan Direktur Biomorf Lone LLC Johannes Marliem.
Andi menuturkan, saat berbincang dengan Setnov, pelaksana proyek e-KTP mengeluhkan soal modal yang tak dikeluarkan kementerian serta jatah 5 persen untuk anggota DPR.
Menurut Andi, setelah mendengarkan cerita, Setnov menjamin akan membantu modal awal dan menyalurkan
fee 5 persen untuk anggota DPR lewat pemilik Delta Energy Singapore, Made Oka Masagung.
"Oka ini punya jaringan luas perbankan. Akhirnya bicara
fee DPR nanti yang urus Oka," tutur Andi. Saat itu Setnov menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar sekaligus Bendahara Umum Partai Golkar.
Andi menyatakan, tak lama dari pertemuan dengan Setnov, mantan Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap menagih jatah
fee 5 persen.
Menurut Andi, pada akhir 2011, Anang meminta Marliem mentransfer uang sejumlah US$3,5 juta yang merupakan bagian dari jatah untuk anggota DPR.
Andi menyebut, pihaknya kembali menyerahkan uang sejumlah US$3,5 juta pada awal 2012. Uang dikirim Johannes ke rekening Oka, sebagaimana arahan Setnov. Seluruhnya ada US$7 juta yang masuk ke rekening Oka.
"Jadi intinya hanya sebatas anggaran kalau dengan Pak Novanto," ujar Andi.
 Majelis hakim tengah bersidang perkara korupsi e-KTP(ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.) |
Ungkapan 'Gokil' Hakim Dalam persidangan, Andi mengaku memberikan sebuah jam tangan merek Richard Mille seharga US$135 ribu atau sekitar Rp1,3 miliar (kurs rupiah tahun 2012) untuk Setnov.
Jam tangan mewah itu diberikan sebagai hadiah ulang tahun Setnov pada 12 November 2012 dan sekaligus ucapan terima kasih telah membantu anggaran proyek e-KTP. Andi mengaku urunan dengan Marliem untuk membeli jam tangan itu di Amerika Serikat.
"Oke saya berikan kurang lebih Rp650 juta. separuh harga jam. Akhirnya pak Marliem beli Richard Mille di Amerika," tuturnya.
Persoalan jam tangan ini sempat membuat ketua majelis hakim Jhon Halasan Butar-butar tercengang lantaran harganya yang terbilang fantastis. "Benar ya harga jam tangan segitu?" kata hakim Jhon.
"Iya betul yang mulia," jawab Andi.
"Gokil, harganya segitu," kata Jhon yang disambut tawa para pengunjung sidang.
Jhon kembali menegaskan ke Andi, "Seandainya Novanto tak membantu apakah Anda akan beri hadiah ulang tahun?"
"Tidak lah yang mulia," timpal Andi.
Menurut Andi, setelah kasus e-KTP ramai diberitakan, sekitar awal tahun ini Setnov mengembalikan jam tangan tersebut. Andi kemudian memerintahkan adiknya Vidi Gunawan untuk menjual jam itu di sebuah toko di kawasan Blok M, Jakarta Selatan.
Jam tersebut laku sekitar Rp1 miliar. Andi mengambil uangnya kembali sebesar Rp650 juta, dan sisanya diserahkan kepada staf Marliem.
Andi sempat disinggung mengapa dirinya baru mengakui dan mengungkap keterlibatan sejumlah pihak dalam kasus e-KTP di persidangan ini, bukan saat proses penyidikan. Dia mengakui ada pertentangan di dalam hati kecilnya selama ini.
"Orang yang kita bantu malah lempar sampah, lempar seluruh kesalahannya ke kita. Saya sendiri, saya harus buka fakta e-KTP yang sesungguhnya agar kejadian ini tidak terjadi lagi di kemudian hari demi kebaikan kita bersama," tutur Andi.
(asa)