Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai, keterangan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta semakin menguatkan adanya persekongkolan dalam proyek pengadaan e-KTP senilai Rp5,9 triliun.
"Terdakwa (Andi Narogong) menjelaskan sejumlah hal yang mengonfirmasi adanya dugaan persekongkolan dalam tender e-KTP, bahkan sejak sebelum proyek dikerjakan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Kamis (30/11).
Pada persidangan, Andi mengungkapkan adanya jatah masing-masing 5 persen untuk pejabat Kementerian Dalam Negeri dan anggota DPR. Jatah tersebut harus diberikan agar Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) yang dibentuk Tim Fatmawati bisa mengerjakan proyek e-KTP.
Andi juga menyebut ada pemberian ruko oleh Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tanos kepada adik mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. PT Sandipala merupakan salah satu anggota Konsorsium PNRI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Andi juga mengungkapkan peran Ketua DPR Setya Novanto dalam proyek senilai Rp5,9 triliun. Menurut Andi, Setnov berperan meloloskan anggaran proyek e-KTP di DPR dan membantu menyalurkan
fee untuk anggota dewan lewat temannya, pemilik Delta Energy Singapore Made Oka Masagung.
Ia menjelaskan, jatah untuk anggota DPR sebesar 5 persen dari nilai proyek atau sekitar US$7 juta sudah diserahkan oleh Marliem dan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo ke Oka Masagung.
Menurut Febri, pihaknya akan mempelajari lebih lanjut fakta-fakta yang diungkap Andi di persidangan untuk menguatkan penanganan kasus korupsi proyek e-KTP dengan kesesuaian bukti yang telah dimiliki. Kasus korupsi ini ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.
"Akan kita cermati beberapa bagian itu adalah poin-poin yang semakin menguatkan penanganan kasus e-KTP oleh KPK," tuturnya.
Febri menambahkan, pihaknya berharap para tersangka atau terdakwa berbicara yang sebenarnya tentang proyek e-KTP. Mereka yang berbicara jujur akan dipertimbangkan sebagai faktor yang meringankan dalam tuntutan maupun putusan perkara ini.
"Karena hal tersebut tentu dapat dipertimbangkan sebagai faktor meringankan dalam tuntutan atau putusan nantinya," terang Febri.
(agi/agi)