Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Biro Tata Pemerintahan Pemerintah DKI Jakarta Premi Lasari menyatakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak menghapus mekanisme Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) dana operasional RT/RW, namun hanya menyederhanakannya. Hal ini demi menghindari LPJ palsu yang selama ini dikeluhkan pengurus RT/RW.
"Nah, kita mencoba membenahi itu, bahwa memang nanti LPJ penggunaan (dana RT/RW) itu dicatat dalam buku register penatausahaan keuangan yang ada pada bendahara RT dan RW," kata dia, ketika dihubungi, Kamis (7/12). "Ini adalah mekanisme penyederhanaan pelaporan," imbuhnya.
Ketentuan itu, lanjutnya, sudah diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 171 Tahun 2016 tentang Pedoman Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW). Disebutkan, salah satu tugas bendahara RT adalah melakukan pencatatan pengeluaran dan penerimaan terhadap uang yang diterima lembaga RT/RW untuk dapat secara profesional disiplin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasal 45 Pergub itu menyatakan, kekayaan RT dan/atau RW berupa uang dan barang inventaris harus dikelola secara tertib, transparan, tercatat dan dapat dipertanggungjawabkan serta diserahterimakan oleh Ketua/Pengurus RT dan/atau RW yang habis masa baktinya kepada Ketua RT dan/atau Ketua RW yang baru terpilih.
Dalam Pergub tersebut, lanjut Premi, sudah diatur bahwa uang operasional RT/RW yang diterima adalah salah satu bagian mekanisme pembiayaan RT/RW. Alhasil, operasional RT/RW adalah pembiayaan yang harus dicatat dalam pembukuan administrasi RT/RW.
"Kan pembiayaan RT/RW selama ini ada dari swadaya masyarakat, pemerintahan pusat dan daerah, usaha, itu kan harus dibukukan dan dicatat semua," jelasnya.
Premi menyangkal penghapusan kewajiban untuk menyerahkan kuitansi atau struk bukti pembayaran/pembelian dalam pembuatan LPJ membuat Ketua RT/RW menjadi 'asal catat' anggaran dalam laporannya. Pencatatan itu bisa dilakukan juga oleh Sekretaris dan Bendahara RT/RW karena sifatnya kolektif kolegial.
"Pencatatan itu adanya di RT/RW. Kalau memang masyarakat enggak percaya, kan mereka juga dipilih oleh masyarakat," kata dia.
Ia juga menyebut nantinya akan ada revisi Keputusan Gubernur tentang Mekanisme Tata Cara dan Pengelolaan dan Fungsi Tugas RT/RW. Saat ini, SK yang berlaku adalah Surat Keputusan Gubernur 1197/2017 tentang Pemberian Uang Penyelenggaraan dan Fungsi RT dan RW.
"Karena memang SK terakhir (Nomor) 1197 itu, kita memerintahkan ada beberapa formulir yang harus diisi pak RT/RW. Ini yang mau kita sederhanakan," kata Premi.
Diketahui, pada 2018 setiap RT akan menerima dana operasional Rp 2 juta setiap bulannya, sementara RW akan menerima dana operasional Rp 2,5 juta.
Uang penyelenggaraan tugas dan fungsi RT dan RW dipergunakan untuk sejumlah hal. Antara lain, kegiatan administrasi tata usaha organisasi RT/RW, rapat-rapat atau pertemuan dengan warga, pengadaan dan pemeliharaan inventaris RT dan RW, serta kegiatan kerja bakti dan sebagainya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, pada Selasa (5/12), mengaku akan menghapus LPJ itu karena itu dinilai mempersulit RT/RW. Petugas kerap membuat laporan yang tidak sesuai dengan yang mereka lakukan. Setelah ada kritik dari berbagai pihak, termasuk Kementerian Dalam Negeri soal pentingnya pertanggungjawaban uang negara, Anies meralat pernyataannya dan menyatakan bahwa rencana penghapusan LPJ itu masih dalam kajian.
"Untuk penghapusan laporan dana operasional RT/RW masih dalam proses penggarapan. Belum (final)," kata dia, Rabu (6/12).
(arh/djm)