Wajah Setnov dalam sidang dakwaan memang terlihat lesu. Dia juga tak banyak merespons pertanyaan hakim.
Tim penasihat hukumnya menyebut Setnov tengah sakit sehingga tak sanggup menjawab pertanyaan majelis hakim.
Ketua Majelis Hakim, Yanto berulang kali menanyakan kondisinya dan menawarkan Setnov agar meminta skors jika memang tak sanggup mengikuti persidangan.
Di tengah pembacaan surat dakwaan, Hakim Yanto bahkan menawarkan pada Setnov untuk istirahat.
“Apakah terdakwa ingin ke belakang (toilet)? Atau minum dulu?” tanya hakim Yanto.
Setnov menolak tawaran itu dan sidang tetap dilanjutkan dengan agenda pembacaan surat dakwaan.
Sikap Setnov ini sempat memancing perdebatan antara tim penasihat hukum dan jaksa penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi.
 Setya Novanto saat menghadapi sidang perdana e-KTP. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Perdebatan cukup panjang, misalnya, terjadi usai skorsing kedua. Saat itu jaksa penuntut dari KPK, Irene Putri menyebut Setnov sebenarnya dalam kondisi sehat.
Pernyataan itu dikemukakan Irene berdasarkan hasil pemeriksaan tim dokter sekaligus untuk membantah pernyataan penasihat hukum yang menyebut Setnov sakit.
"Apa yang disampaikan terdakwa kurang sehat, dan setiap orang bisa menyampaikan sakit. Tapi ada profesi dokter yang jelas keahliannya dan menyatakan terdakwa sehat," kata Irene.
"IDI juga sudah pernah memberikan
assesment kepada terdakwa sudah sehat dan bisa bermain tenis meja. Dan kondisi itu dipantau terus oleh dokter rutan," lanjut Irene.
Pernyataan Irene memancing jual beli omongan cukup lama dengan tim penasihat hukum Setnov hingga ditengahi oleh Hakim Yanto.
Hakim Yanto meminta tim dokter yang memeriksa Setnov untuk maju dan membacakan hasil pemeriksaan.
Sidang akhirnya diputuskan tetap dilanjutkan, namun Setnov kembali tak menjawab pertanyaan majelis hakim.
Atas sikap Setnov itu, Hakim Yanto kemudian meminta Ketua Golkar nonaktif tersebut untuk mendengarkan dan memperhatikan surat dakwaan yang dibacakan jaksa.
“Ketentuan pasal 75 KUHAP dalam hal terdakwa tidak menjawab pertanyaan majelis, maka majelis wajib mengingatkan dan setelah itu sidang diteruskan,” ucap hakim Yanto.
Pembacaan dakwaan pun dilanjutkan. Di pengujung dakwaan, jaksa penuntut umum mendakwa Setnov menerima uang sebesar US$7,3 juta dan jam tangan merek Richard Mille seri RM 011 senilai US$135 ribu dalam proyek e-KTP.
Uang tersebut diberikan oleh Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, salah satu anggota Konsorsium PNRI.
Sementara itu, jam tangan mewah dibeli oleh Andi Agustinus alias Andi Narogong bersama Johannes Marliem sebagai kompensasi karena Setnov telah membantu proses penganggaran e-KTP.