Jakarta, CNN Indonesia -- Sahrul (20 tahun) dan enam rekannya hanya bisa tertunduk saat dipajang di depan awak media oleh petugas Polda Metro Jaya, Kamis (14/12). Mereka mengenakan baju tahanan warna oranye, tangan mereka terbogol satu sama lain.
Mereka dipamerkan oleh polisi sebagai salah satu keberhasilan dalam operasi premanisme dalam sepekan terkahir.
Sahrul cs adalah anggota Geng Rawa Lele 212. Mereka dicokok lantaran diduga menganiaya dua anggota polisi yakni Kepala Subsektor Jatibening Inspektur Satu P Anjang dan anggota Sabhara Polsek Pondok Gede Brigadir Kepala Slamet Aji.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sahrul mengaku sebagai orang yang membacok anggota polisi itu saat kejadian di Jalan Celepuk 1, Kelurahan Jati Makmur, Kecamatan Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat beberapa waktu lalu.
Rawa Lele diambil sebagai nama geng merujuk pada lokasi para anggota kelompok ini tinggal. Sementara aksi 212 juga diambil dari lokasi tempat mereka tinggal, RT02 RW 12. Ia menegaskan, nama 212 tak terkait dengan aksi 2 Desember tahun lalu meski ia mengaku mengikuti aksi tersebut.
Sahrul menuturkan, saat kejadian, Geng Rawa Lele sedang merayakan hari ulang tahun mereka. Tak seperti perayaan ultah pada umumnya, Geng Rawa Lele 212 merayakan ulang tahun dengan mencari musuh untuk diajak tawuran usai menenggak minum-minuman keras.
"Waktu itu ulang tahun geng. Kami mau tawuran sama siapa yang datang saja tetapi lawan belum ketemu," kata Sahrul.
Tawuran sengaja dipilih karena bisa membuat mereka disegani geng lain.
Saat sedang menunggu lawan yang bisa diajak tawuran, ada tiga orang yang mengendarai satu motor melempar botol ke arah mereka. Sahrul dan kawan-kawan segera mengejar tiga orang tersebut. Namun tiba-tiba datang polisi untuk melerai.
Namun saat itu Sahrul tidak tahu jika yang melerai itu polisi. “Dia pakai jaket,” katanya.
Geng Rawa Lele kemudian melampiaskan kekesalan pada orang-orang yang menghalangi mereka tawuran. Sahrul yang saat itu membawa sennjata tajam, membacok kaki Iptu P Anjang.
“Saya bacok di bagian kaki. Tapi saat tahu dia adalah polisi, kami bubar," ujarnya.
Sahrul ketakutan. Ia memilih kabur dan bersembunyi di kawasan Bojong Gede, Bogor selama tiga hari. Namun, pelariannya tidak berlangsung lama.
Sahrul mengaku teringat pada orang tuanya. Wajah sang ibu terus membayangi pikirannya. Dia pun memutuskan pulang ke rumahnya dan menyerahkan diri ke polisi.
Sahrul mengaku ingin meminta maaf kepada Anjang yang dibacoknya. “Mudah-mudahan saja dimaafkan,” katanya.
Sahrul mengaku tidak tahu ancaman hukuman dari pasal yang menjeratnya. Dia dijerat Pasal 170 tentang Pengeroyokan dan Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan.
Sementara itu Kepala Unit Kejahatan dan Kekerasan Polres Metro Bekasi Kota Ajun Komisaris Tribuana Roseno mengatakan, Anjang sudah kembali ke rumahnya.
Sementara Slamet masih harus mendapatkan perawatan intensif di Rumah Sakit Polri Kramatjati karena luka serius akibat sabetan senjata tajam di perutnya.
“Mungkin memang agak dalam (lukanya)”katanya.
Ia menduga luka Slamet mengalami infeksi kerena senjata tajam yang digunakan pelaku diketahui sudah berkarat.
Tribuana mengatakan, kelompok tersebut baru sekali itu membuat onar. Biasanya mereka hanya berkumpul dan nongkrong.
Namun saat itu kegiatan nongkrong mereka memiliki tujuan lain yakni tawuran. Saat dibubarkan, mereka kocar-kacir dan bersembunyi di gang sempit. Di gang tersebut polisi yang mengejar dianiaya oleh pelaku.
(sur)