Pejabat Bakamla Didakwa Terima Suap Proyek Satelit Pemantau

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Rabu, 03 Jan 2018 18:32 WIB
Jaksa mendakwa Kabiro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan menerima uang Sin$104.500 atau senilai Rp1 miliar dari pengusaha Fahmi Darmawansyah.
Ilustrasi Bakamla. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Kabiro Perencanaan dan Organisasi Badan Keamanan Laut (Bakamla) Nofel Hasan menerima uang Sin$104.500 atau senilai Rp1 miliar dari pengusaha Fahmi Darmawansyah.

Uang itu merupakan imbal jasa karena pihaknya telah memenangkan perusahaan Fahmi, PT Melati Technofo Indonesia (MTI) dalam proyek pengadaan drone dan alat satelit pemantauan di Bakamla.

“Terdakwa mengetahui atau patut menduga uang tersebut diberikan karena jabatan terdakwa untuk menyusun dan mengajukan anggaran proyek pengadaan drone dan monitoring satellite,” ujar jaksa Amir Nurdianto saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (3/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nofel didakwa melakukan perbuatan tersebut bersama pejabat Bakamla lainnya yakni Eko Susilo Hadi yang telah divonis 4 tahun 3 bulan penjara dan Bambang Udoyo yang divonis 4,5 tahun penjara.

Jaksa Amir mengatakan, uang tersebut diberikan melalui anak buah Fahmi yakni Adami Okta dan Hardy Stefanus yang juga telah divonis dalam perkara ini.


Menurut jaksa, sejak awal Nofel telah membicarakan proyek tersebut bersama staf khusus Kepala Bakamla Laksdya Arie Soedewo, Ali Fahmi Habsyi. Ali disebut menawarkan PT MTI untuk ‘main proyek’ dalam pengadaan pemantauan satelit di Bakamla.

“Fahmi harus mengikuti arahan Ali Fahmi supaya dapat memenangkan pengadaan di Bakamla dengan syarat fee 15 persen,” kata jaksa.

Janji fee tersebut, lanjut jaksa, disampaikan Arie kepada Eko di ruang kerjanya. Dari jatah tersebut, 7,5 persen diberikan PT MTI kepada Bakamla. Namun dalam realisasinya pihak Bakamla akan menerima jatah 2 persen terlebih dulu.

“Arie Soedewo kemudian menyampaikan pada Eko Susilo untuk memberi terdakwa dan Bambang Udoyo masing-masing sebesar Rp1 miliar,” ucap jaksa.

Eko lantas menyerahkan uang itu kepada Adami dan Hardy untuk ditukar ke dollar Singapura menjadi Sin$104.500.

“Seluruh uang yang diberikan pada terdakwa, Bambang Udoyo, dan Eko Susilo Hadi semua bersumber dari Fahmi Darmawansyah,” tutur jaksa.

Nofel didakwa melanggar pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU 20/2001 tentang Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.


Ajukan justice collaborator

Nofel menyatakan tak mengajukan eksepsi atau nota keberatan. Namun ia mengajukan surat sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.

“Saya dan kuasa hukum tidak mengajukan eksepsi, tapi kami menyerahkan surat pengajuan justice collaborator,” ucap Nofel di hadapan majelis hakim.

Kuasa hukum Nofel, Choirul Huda mengatakan, sebagai justice collaborator kliennya itu akan mengungkap peran Ali Fahmi. Politikus PDIP itu ditengarai menjadi inisiator proyek pengadaan alat pemantauan satelit di Bakamla.

“Nanti kami akan ungkap peran Ali Fahmi,” kata Choirul.


Dari sejumlah fakta persidangan terdakwa lainnya, Ali disebut mengatur seluruh rangkaian pengadaan proyek tersebut. Mulai dari syarat pengadaan proyek, menentukan jatah 15 persen, hingga tahap penentuan teknis pengadaan. Ali juga disebut sebagai pihak yang berinisiahif menawarkan langsung proyek pengadaan itu di kantor Fahmi.

Hingga saat ini keberadaan Ali Fahmi belum diketahui. Dalam beberapa kali persidangan, Ali selalu mangkir saat dipanggil sebagai saksi. (gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER