Jakarta, CNN Indonesia -- Fredrich Yunadi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menghalang-halangi penyidikan kasus korupsi e-KTP. Jeratan kasus untuk mantan kuasa hukum Setya Novanto itu dinilai wajar.
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengungkapkan, kuasa hukum yang membela klien secara berlebihan berpeluang terjebak ke dalam tindak pidana. Fredrich selaku kuasa hukum diketahui sempat menganjurkan kliennya, Setnov, untuk tidak memenuhi panggilan penyidik dalam penyidikan kasus e-KTP.
"Sangat mungkin tindakan pengacara yang bermaksud sebagai pembelaan menjadi tindakan tidak produktif dan melanggar UU. Khususnya, dalam perkara korupsi bisa melanggar pasal 21 UU Tipikor," kata Abdul, saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Rabu (10/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasal 21 UU Tidak Pidana Korusi (Tipikor) menyatakan, "
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta."
Fredrich sempat menyarankan Setnov tidak memenuhi panggilan penyidik KPK, baik sebagai saksi maupun tersangka kasus e-KTP. Dia kala itu berdalih Setnov punya hak imunitas sebagai anggota DPR. Sehingga, KPK harus meminta izin Presiden Joko Widodo bila ingin memeriksa Setnov.
Fredrich juga menjadi pihak yang menemui penyidik KPK saat Setnov akan ditangkap di rumahnya, di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada 15 November 2017. Ia adalah orang pertama yang dihubungi ajudan Setnov ketika kliennya mengalami kecelakaan mobil di kawasan Permata Hijau sehari setelahnya.
Abdul melanjutkan, pengacara berposisi sama dengan penegak hukum lain yang memiliki sumpah profesi atau visi dalam menjalankan pekerjaan. Jika hal itu tidak dijalankan, advokat menjadi pembantu klien dalam melakukan tindak pidana.
Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) kemudian membentuk tim hukum untuk membela Fredrich. Wakil Ketua Umum DPN Peradi sekaligus kuasa hukum Fredrich, Sapriyanto Refa, menuding KPK telah melakukan kriminalisasi terhadap profesi advokat.
Mereka berargumen bahwa pasal 16 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2003 tentang Advokat menyebut advokat tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya. Namun Abdul menegaskan hal tersebut tidak berlaku jika perbuatan advokat sengaja menghambat penyidikan di luar pengadilan.
"Pasal itu tekanannya pada kebebasan berpendapat di sidang pengadilan, bukan tindakan-tindakan menghambat penyidikan di luar pengadilan. Kalau berpendapat apapun dalam pembelaan persidangan tidak akan dituntut, tapi tindakan lain diluar pengadilan diawasi oleh UU termasuk UU Tipikor," kata Abdul.
Fredrich ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menghalangi penyidikan sebagaimana yang tercantum dalam 21 UU Tipikor. KPK berencana memeriksa Fredrich, Jumat (12/1).
(arh/gil)