Jakarta, CNN Indonesia -- Fredrich Yunadi ditetapkan sebagai tersangka menghalangi penyidikan kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memanggil Fredrich untuk menjalani pemeriksaan, pada Jumat (12/1).
"Tadi saya cek juga, direncanakan pemeriksaan dilakukan pada hari Jumat. Kami harap yang bersangkutan dapat memenuhi proses hukum, dapat hadir memenuhi panggilan tersebut," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (10/1).
Menurut Febri, pihaknya memberikan ruang untuk Fredrich memberikan tanggapan atau bantahan terkait kasus dugaan merintangi penyidikan kasus korupsi e-KTP. Tanggapan dan bantah bisa disampaikan langsung kepada penyidik KPK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika memang ada tanggapan dan bantahan nanti bisa disampaikan oleh yang bersangkutan saat dirinya hadir memenuhi panggilan KPK tersebut," ujarnya.
Kuasa hukum Fredrich Yunadi, Sapriyanto Refa mengatakan, surat panggilan untuk kliennya telah dikirim KPK pada Selasa (9/1) sore. Selain itu, pihaknya juga telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari KPK.
"Setelah kami terima SPDP dan surat panggilan, untuk menghadap pada hari Jumat tanggal 12 Januari, (diperiksa) sebagai tersangka," kata Refa.
Namun, Refa menyebut, Fredrich belum dipastikan akan memenuhi panggilan perdananya selaku tersangka. Refa akan mendiskusikan terlebih dahulu dengan timnya terkait panggilan pemeriksaan Fredrich tersebut.
Fredrich dan dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo telah resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus menghalangi penyidikan perkara korupsi e-KTP yang telah menjerat Setnov.
Ketika Setnov mengalami kecelakaan, Fredrich masih menjadi kuasa hukum mantan Ketua Umum Partai Golkar itu. Fredrich dan Bimanesh diduga memanipulasi data medis agar Setnov bisa dirawat untuk menghindari pemeriksaan KPK pada pertengahan November 2017 lalu.
Fredrich Yunadi dan Bimanesh dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(pmg/gil)