Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail, mengatakan proyek pengadaan e-KTP milik Kementerian Dalam Negeri tak sepenuhnya menjadi tanggung jawab kliennya maupun tiga terpidana yang telah divonis bersalah.
Proyek senilai Rp5,8 triliun ini merupakan program pemerintah saat itu. Ketika proyek e-KTP berjalan, Kementerian Dalam Negeri sebagai pemilik proyek dipimpin oleh Gamawan Fauzi.
Maqdir menyebut Gamawan sebagai Menteri Dalam Negeri ketika itu telah jelas disebut menerima uang panas proyek e-KTP, sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menyangkut pak Gamawan kan dalam dakwaan Irman dan Sugiharto sudah jelas beliau terima apa," kata Maqdir usai sidang Setnov selaku terdakwa korupsi proyek e-KTP, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (11/1).
Dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto, Gamawan disebut turut diperkaya sebesar US$4,5 juta dan Rp50 juta. Sementara itu, kata Maqdir, pada dakwaan Andi Agustinus alias Andi Narogong, Gamawan hanya disebut menerima Rp50 juta.
Sedangkan, dalam dakwaan Setnov, Gamawan kembali disebut menerima sejumlah Rp50 juta dan satu unit Ruko di Grand Wijaya dan sebidang tanah di Jalan Brawijaya III melalui adiknya, Asmin Aulia.
Meskipun demikian, Maqdir menyatakan pihaknya bukan bermaksud menyeret Gamawan dalam kasus korupsi yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.
"Saya kira kami tak bermaksud menyeret itu. Mari kita lihat proporsional permasalahan ini. Kan bukan ketua Fraksi Golkar yang ingin proyek ini. Jangan lupa, ini adalah proyek pemerintah," kata dia.
Lebih lanjut, Maqdir membeberkan bahwa Kementerian Dalam Negeri yang menentukan besaran anggaran proyek e-KTP tersebut. Selain itu, pemerintah juga yang mengubah sumber anggaran proyek e-KTP dari pinjaman hibah luar negeri menjadi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) murni.
"Penganggaran itu kan bukan di DPR, itu di Kemendagri, apalagi saudara ingat bahwa penganggaran ini yang semula dana hibah bantuan luar kemudian diubah menjadi APBN murni," tuturnya.
Berdasarkan surat dakwaan Setnov, Gamawan pada akhir November 2009, mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Nomor:471.13/4210.A/SJ perihal usulan penggunaan anggaran proyek e-KTP.
Dalam surat tersebut Gamawan meminta Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas mengubah sumber
pembiayaan proyek e-KTP, yang semula dibiayai dengan menggunakan Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN) menjadi bersumber dari APBN murni.
Perubahan tersebut disetujui DPR dan Kementerian Keuangan.
Gamawan telah membantah ikut menerima uang dari proyek e-KTP. Bahkan, mantan Gubernur Sumatera Barat itu siap disumpah untuk membuktikan dirinya tidak menerima aliran uang panas proyek senilai Rp5,8 triliun tersebut.
(aal)