Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Panitia Kerja revisi KUHP, Arsul Sani menyatakan KPK tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk menangani tindak pidana korupsi di sektor swasta.
Arsul menyampaikan itu sebagai respons terhadap KPK yang berharap agar revisi KUHP memberi ruang bagi mereka terlibat dalam menangani perkara tipikor di sektor swasta.
“Kita itu jangan juga nafsu besar tapi kapasitas kurang,” ujar Arsul di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (23/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kapasitas KPK yang tak mumpuni dalam menangani korupsi di sektor swasta, menurut Arsul, terindikasi dari sejumlah hal.
Salah satunya terlihat dalam anggaran yang diajukan ke DPR. Ia berkata, KPK hanya mengalokasikan anggarannya untuk kepentingan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan untuk sekitar 85 perkara tipikor.
Indikasi lain terlihat dari banyaknya laporan di Direktorat Pengaduan Masyarakat yang sampai saat ini belum ditangani oleh KPK.
“Di Dumas saja katanya masih ribuan yang belum tertangani. Ini ada isu baru sektor swasta murni mau ikut juga. Jadi, ibarat itu seorang anak, pokoknya mau semua,” ujarnya.
Sampai saat ini Panja revisi KUHP disebut belum membahas soal pasal mengenai korupsi di sektor swasta. DPR, kata Arsul, masih menunggu masukan dari KPK untuk kemudian dibawa dalam proses pembahasan.
Lebih lanjut, Arsul menegaskan lembaga antirasuah itu tetap berpeluang menangani tipikor di sektor swasta murni, khususnya dalam kasus yang tidak melibatkan penyelenggara negara sebagaimana ketentuan UU KPK saat ini.
Peluang keterlibatan KPK itu juga disebut Arsul telah sejalan dengan langkah pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi Antikorupsi PBB (UNCAC). Arsul merujuk pada Pasal 21 UNCAC yang mengatur tentang korupsi di sektor swasta yang tidak melibatkan penyelenggara negara.
(wis)