Jakarta, CNN Indonesia -- Survei terbaru dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyimpulkan, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Golkar berpeluang menjadi dua partai peraih suara terbanyak dalam pemilihan umum legislatif jika pesta demokrasi itu digelar saat ini, bukan 2019.
Dalam survei yang digelar pada 7-14 Januari 2018, dengan jumlah responden 1.200 orang, LSI Denny JA mengajukan pertanyaan:
Jika Pemilu Legislatif dilakukan hari ini, Partai mana yang Ibu/Bapak pilih?Jawaban dari pertanyaan itu menempatkan PDIP di posisi pertama dengan dukungan terbesar dari responden sebanyak 22,2 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Golkar menyusul di peringkat dua dengan 15,5 persen dan Gerindra di peringkat tiga dengan perolehan suara 11,4 persen.
Dari sejumlah partai yang disurvei, peneliti LSI Deny JA, Rully Akbar mengatakan hanya PDIP dan Golkar yang memiliki perolehan dukungan (elektabilitas) di atas perolehan suara di pemilu legislatif 2014 lalu.
Pada Pileg 2014, PDIP meraih suara 18,95 persen dan Golkar sebesar 14,75 persen.
"Jadi saat ini hanya PDIP dan Golkar yang perolehan suaranya berada di atas Pileg 2014," ujar Rully di kantor LSI Deny JA, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (24/1).
Golkar Naik, PDIP TurunKeberhasilan PDIP meraih suara terbanyak, tak serta merta menjadi kabar positif. Pasalnya, jika dibandingkan dua hasil survei sebelumnya pada Agustus 2017 dan September 2017, terlihat ada tren penurunan elektabilitas yang dialami PDIP.
Hasil survei pada Agustus 2017, LSI mencatat PDIP meraih 28.3 persen. Akan tetapi pada Desember 2017 elektabilitas PDIP mengalami penurunan di angka 22.7 persen.
"Saat ini (Januari 2018) turun lagi 22.2 persen," ujarnya.
Tren sebaliknya dialami Golkar yang sempat menurun pada Agustus 2017 dengan meraih 11,6 persen.
"Menurun saat itu karena kasus e-KTP yang menjerat mantan ketua umumnya Setya Novanto," ujar Rully.
Turunnya angka elektabilitas PDIP dan naiknya Golkar ini diakibatkan beberapa faktor. Misalnya ada tren para pemilih Golkar yang sebelumnya beralih ke partai lain seperti PDIP, kini kembali memilih Golkar.
"Migrasi pemilih dari PDIP ke Golkar bisa terjadi karena dua parpol ini memiliki
platform yaitu nasionalis dan memiliki basis dukungan yang sama yaitu
wong cilik," ujar Rully.
Faktor kedua, ketua umum Golkar yang baru Airlangga Hartarto dinilai mampu mengembalikan pemilih Golkar. Sebelumnya, Golkar dipimpin oleh Setya Novanto yang berstatus terdakwa kasus korupsi e-KTP.
Airlangga dinilai memiliki citra yang bersih dan berintegritas di mata pemilih. Airlangga juga memiliki daya tarik tersendiri melalui program populis seperti sembako murah hingga program memperluas lapangan pekerjaan.
"Jadi Airlangga ini seperti memberi harapan baru bagi Golkar," ujar Rully.
Survei LSI menggunakan metode
multistage random sampling. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara tatap muka menggunakan kuesioner.
Margin of error survei ini sebesar 2,9 persen.
(wis)