Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta kembali menggelar sidang lanjutan gugatan terhadap Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang pembubaran organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Agenda sidang kali ini, pihak HTI selaku penggugat akan menghadirkan saksi dalam persidangan.
Sementara itu, Kementerian Hukum dan HAM selaku tergugat akan menyampaikan bukti tambahan atas keputusan Menkumham membubarkan HTI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami selaku kuasa hukum Kemenkumham akan menyampaikan bukti tambahan," kata kuasa hukum Kemenkumham Hafzan Taher di Jakarta, Kamis (25/1).
Pemerintah membubarkan HTI sebagai organisasi kemasyarakatan melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM yang berisi tentang pencabutan keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU- 00282.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian perkumpulan HTI.
HTI lalu menggugat surat pembubaran itu ke PTUN. Berdasarkan sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) di laman PTUN Jakarta, gugatan HTI bernomor 211/G/2017/PTUN.JKT dan tertanggal 13 Oktober 2017.
Dalam gugatanya, HTI meminta SK Nomor AHU-30.A.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan ditunda pelaksanaannya hingga ada kekuatan hukum yang mengikat.
HTI juga meminta PTUN Jakarta, pertama, mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya.
Kedua, meminta PTUN Jakarta menyatakan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU-30.A.01.08 Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: AHU-0282.60.10.2014 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia tanggal 19 Juli 2017, batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya.
Ketiga, meminta PTUN Jakarta memerintahkan tergugat mencabut Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-30.A.01.08 tahun 2017 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: AHU-00282.60.10.2014 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia tanggal 19 Juli 2017.
Keempat, meminta PTUN Jakarta menghukum tergugat membayar biaya yang timbul dalam perkara
a quo.
(osc/antara)