Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Yudisial (KY) kesulitan mencari hakim agung khusus pajak untuk Mahkamah Agung (MA). Permasalahan umumnya terjadi karena syarat administrasi yang tidak terpenuhi.
“Untuk menjadi calon hakim agung syaratnya harus S1 hukum dan linier dengan pendidikan S2 dan S3,” ujar Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Maradaman Harahap di Gedung KY, Jakarta, Jumat (26/1).
Dalam seleksi calon hakim agung yang digelar KY tahun ini, terdapat lima orang mendaftar untuk kamar Tata Usaha Negara (TUN). Namun, kata Maradaman, hanya dua calon yang lolos seleksi administrasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kami teliti ternyata ada (pendaftar) yang S1 ekonomi, sedangkan ketentuannya di UU kan harus sarjana hukum. Jadi tidak bisa diloloskan,” katanya.
Maradaman berharap, dua calon hakim agung yang lolos seleksi untuk kamar TUN dapat berlanjut hingga proses wawancara dan pengajuan di DPR. Namun jika kedua calon tak memenuhi penilaian, pihaknya pun tak bisa memaksakan.
“Memang sangat sedikit yang daftar untuk kamar TUN khusus pajak. Kalau dua orang ini nanti tidak lolos, apa boleh buat,” ucap Maradaman.
Permintaan hakim agung khusus pajak pertama kali dilontarkan Ketua MA Hatta Ali. Permintaan Hatta tersebut dilatarbelakangi jumlah perkara pajak di tingkat peninjauan kembali (PK) yang semakin meningkat. Pada tahun 2017, ada 2.187 perkara pajak yang diputus di tingkat PK.
Sementara hakim agung pajak saat ini hanya satu orang. Menumpuknya jumlah perkara ini mengakibatkan hakim kewalahan menangani perkara pajak di tingkat PK.
(osc/gil)