Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyarankan, Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian menggandeng konsultan yang memahami soal sejarah agama dan Ormas Islam di Indonesia.
Saran itu disampaikan Fadli menanggapi pernyatan Tito yang menyebut hanya Nahdatul Ulama dan Muhammdiyah yang berjuang memerdekakan Indonesia.
Menurutnya, konsultan sejarah agama Islam penting bagi Tito agar tidak keliru dalam membuat pernyataan soal beragam hal terkait agama Islam di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fadli menilai, Tito menerima informasi keliru dari pihak tertentu yang tidak memahami sejarah agama di Indonesia.
“Saya kira perlu ada konsultan untuk Kapolri itu yang mengerti tentang Islam dan sejarah umat Islam di Indonesia,” ujar Fadli di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (1/2).
Fadli berpendapat, pernyataan Tito tersebut sangat keliru dengan catatan sejarah yang ada. Ormas Islam yang berjuang memerdekaan Indonesia menurutnya bukan hanya NU dan Muhammadiyah.
Ormas Islam yang berperan memerdekakan Indonesia selain NU dan Muhammadiyah, menurut Fadli, adalah Nahdlatul Wathan, Persatuan Muslimin Indonesia, Mathlaul Anwar, Paersatuan Tharbiyah Islam, Al Washliyah, hingga Sarekat Islam.
“Jadi saya kira memang tidak benar bahwa itu hanya NU dan Muhammadiyah. Saya kira banyak elemen Islam yang mendukung,” ujarnya.
Wakil Ketua Umum Gerindra itu menilai, pernyataan Tito seolah mengesampingkan keberagaman agama di Indonesia. Tito dianggap tidak memahami makna Bhineka Tunggal Ika yang menjadi modal persatuan di Indonesia.
Makna itu, kata dia, bukan hanya ditujukan untuk persatuan agama tertentu, melainkan banyak agama yang ada di Indonesia, seperti Islam, Kristen, Protestan, Hindhu, Budha, atau penganut kepercayaan.
“Masyarakat kita kan beragam. Katanya Bhineka Tunggal Ika. Jangan kemudian kalau mau Bhineka tidak konsiten dengan berpikir itu,” ujar Fadli.
Sebelumnya, Tito menyebut hanya ada dua ormas Islam, yakni NU dan Muhammadiyah, yang ikut berjuang memerdekakan Indonesia. Ormas Islam lainnya justru ingin meruntuhkan negara.
Dalam klarifikasinya, Tito mengaku tidak bermaksud untuk melecehkan ormas di luar NU dan Muhammadiyah. Pidatonya yang beredar di media sosial diklaim hanya sebagian dari keseluruhan pidatonya. Hal itu membuat hilangnya konteks.
"Tidak ada niat dari saya, Kapolri, dan institusi Polri untuk tidak membangun hubungan dengan ormas Islam di luar NU dan Muhammadiyah," kata Tito.
(gil)